EKBIS.CO, NEW YORK -- Departemen Kehakiman AS menuduh Facebook Inc melakukan diskriminasi terhadap pekerja AS. Facebook dituduh telah memberikan preferensi perekrutan kepada pekerja sementara, termasuk mereka yang memegang visa H-1B.
Departemen Kehakiman AS pada Kamis (3/12) mengatakan bahwa Facebook telah 'menolak' untuk merekrut atau mempekerjakan pekerja AS yang memenuhi syarat untuk lebih dari 2.600 pekerjaan. Mempekerjakan warga AS berarti membayar gaji rata-rata 156 ribu dolar AS (Rp 2,2 miliar) setahun. Sebaliknya, mereka memilih untuk mengisi posisi pekerjaan menggunakan pemegang visa sementara, seperti mereka yang memiliki visa H-1B.
"Facebook sengaja menciptakan sistem perekrutan yang menolak pekerja AS yang memenuhi syarat kesempatan yang adil untuk mempelajari dan melamar pekerjaan," kata Departemen Kehakiman AS dilansir di Reuters, Jumat (4/12).
Menurut Departemen Kehakiman, perusahaan media sosial itu malah berusaha menyalurkan pekerjaan seperti itu kepada pemegang visa sementara yang ingin disponsori untuk kartu hijau atau tempat tinggal permanen.
Juru bicara Facebook, Daniel Roberts mengatakan bahwa Facebook telah bekerja sama dengan Departemen Kehakiman dalam meninjau masalah ini.
"Sementara kami membantah tuduhan dalam pengaduan tersebut, kami tidak dapat berkomentar lebih lanjut tentang proses pengadilan yang tertunda," kata Roberts.
Visa H-1B sering digunakan oleh sektor teknologi untuk membawa pekerja tamu asing yang sangat terampil ke Amerika Serikat. Tetapi para kritikus mengatakan undang-undang yang mengatur visa ini lemah, dan membuatnya terlalu mudah untuk mengganti pekerja AS dengan tenaga kerja asing yang lebih murah.
Gugatan Facebook adalah contoh terbaru dari bentrokan pemerintahan Trump dengan Silicon Valley atas upaya untuk membatasi imigrasi bagi pekerja asing.
Departemen Kehakiman dan Ketenagakerjaan telah menyelidiki perusahaan teknologi besar di masa lalu atas tuduhan yang mirip dengan yang dilakukan di Facebook. Namun, departemen Kehakiman jarang mengajukan tuntutan karena celah hukum.
Perusahaan teknologi dan kelompok industri telah menolak langkah-langkah untuk membatasi imigrasi pekerja asing dengan mengatakan tidak ada cukup siswa Amerika yang lulus dengan gelar sains dan teknik untuk memenuhi permintaan untuk mengisi pekerjaan di berbagai bidang seperti kecerdasan buatan.
Pada bulan Juni, Trump mengeluarkan proklamasi presiden yang memblokir sementara pekerja asing masuk dengan visa H-1B. Upaya ini dikatakan pemerintah akan membuka 525 ribu pekerjaan bagi pekerja AS.
Di antara 30 perusahaan H-1B teratas adalah perusahaan besar AS termasuk Amazon, Microsoft, Walmart, Google Alphabet, Apple, dan Facebook, menurut laporan oleh Economic Policy Institute (EPI) pada bulan Mei.
Laporan EPI mengatakan sebagian besar perusahaan yang menggunakan visa H1B memanfaatkan aturan program untuk secara legal membayar pekerja tersebut di bawah upah median lokal untuk pekerjaan yang mereka isi.