EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penindakan rokok ilegal periode Januari hingga akhir November 2020 sudah berhasil menyelamatkan Rp 339 miliar. Jumlah itu meningkat 61,5 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, sebesar Rp 247 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, tren penindakan rokok ilegal tercatat terus meningkat sejak 2017. Salah satu faktornya, kebijakan pemerintah untuk menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok tiap tahun.
"Semakin tinggi cukai, semakin mereka bersemangat untuk menghasilkan rokok ilegal. Ini tantangan nyata," ucap Sri dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (10/12).
Secara kuantitas, Sri menyebutkan, jumlah penindakan pada tahun ini mencapai 8.155 kali dengan hit rate 25 tangkapan tiap hari. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibandingkan dua tahun sebelumnya yang masing-masing 5.200 kali dan 5.774 kali.
Sementara itu, berdasarkan jumlah batang rokok yang dapat ditegaskan dari operasi ini mencapai lebih dari 384 juta buah pada tahun ini. "Selama empat tahun terakhir, terlihat lebih dari 355 juta batang rokok ilegal tiap tahun beredar," ucap Sri.
Sri menyebutkan, jumlah tersebut sangat signifikan. Oleh karena itu, ia tetap meminta kepada jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk tetap meningkatkan kewaspadaan. Khususnya seiring dengan kenaikan cukai rokok pada tahun depan yang rata-rata mencapai 12,5 persen.
Sri mengakui, geografis menjadi tantangan besar dalam penindakan cukai di Indonesia. Tapi, bukan berarti pemerintah akan membiarkan peredaran rokok ilegal yang meningkat.
Upaya preventif dan represif diharapkan tetap terus berjalan. Salah satunya, menyalurkan Dana Bagi Hasil (DBH) CHT yang dapat memberikan anggaran kepada daerah untuk terus melakukan sosialisasi dan pengawasan peredaran rokok ilegal.
"Ini merupakan aspek penting agar kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau tidak dilemahkan dengan rokok ilegal yang tidak membayarkan cukai," tutur Sri.
Merujuk pada salah satu survei rokok ilegal, Sri mengatakan, jumlah peredaran rokok ilegal sekitar 4,86 persen. Meski lebih rendah dibandingkan negara tetangga di kawasan ASEAN, angka ini naik dibandingkan tahun lalu yang berada di level tiga persen. Ia berharap, DJBC dapat menekannya untuk turun di level tiga persen, atau bahkan lebih kecil.