Sebagai catatan, acuan pemerintah untuk harga telur di tingkat peternak yakni sebesar Rp 19.000 - Rp 21.000 per kg. Adapun di tingkat konsumen sebesar Rp 24.000 per kg.
Rofi menjelaskan, naiknya biaya produksi karena bahan baku saat ini cukup mahal. Bahan baku pakan seperti soy bean meal (SBM) yang harganya mencapai Rp 8.000 dari posisi dua bulan lalu hanya Rp 5.600 - Rp 5.800 per kg serta meat and bone meal (MBM) yang dihargai Rp 10.000 - Rp 10.500 per kg dari sebelumnya berkisar Rp 7.000 - Rp 7.100 per kg. Selain itu, harga jagung juga ikut naik dan kini dihargai Rp 6.000 per 6.800 per kg.
Harga bibit ayam day old chicken (doc) layer yang melonjak dalam setahun terakhir. Dari harga normal Rp 8.000 - 9.000 per kg menjadi Rp 17.000 - Rp 20.000 per kg. Faktor-faktor bahan baku itu, menurut Rofi, membuat harga telur dari tingkat peternak turut meningkat.
"Artinya, hari ini (disaat harga turun) peternak itu sudah minus. Telur mahal sekarang pun, peternak itu rugi," kata dia.
Oleh karena itu, Rofi meminta agar pemerintah tidak hanya melakukan intervensi di tingkat hilir dengan operasi pasar. "Seharusnya lakukan juga operasi pasar di hulu, bahan baku pakan, bibit ayam yang terjangkau. Harga bahan baku yang diterima peternak itu sudah melanggar aturan," katanya.