Menurut Bank Dunia, dengan kebijakan moneter yang fleksibel dan mendukung, China dapat menggunakan ruang fiskalnya untuk menghindari risiko penurunan pertumbuhan dan memastikan berlangsungnya permintaan dan pasokan.
Meskipun sempat terkuras 8,78 miliar dolar AS pada awal masa pandemi, cadangan devisa China yang mencapai 3,16 triliun dolar AS pada Agustus 2020, cukup menjanjikan bagi fundamental ekonomi negara itu.
Sebagai negara yang lebih dulu pulih, China sangat strategis bagi negara-negara ASEAN, dalam meningkatkan kerja sama ekonomi.
Apalagi sejak semester pertama tahun 2020, ASEAN telah mampu menggeser posisi Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai mitra dagang terbesar China.
Indonesia juga telah memanfaatkan momentum kebangkitan kembali perekonomian China itu. Menjelang tutup tahun 2020, tiga perusahaan asal China, yakni Beijing Huayu Import-Export Co Ltd, Hebei Jinyezi Pharmaceutical Co Ltd, dan Prestige International Trading Company Ltd menandatangani surat minat beli (LoI of Purchase) komoditas perdagangan dari Indonesia senilai 505 juta dolar AS atau setara dengan Rp7,1 triliun.
"Untuk tahun depan, kita sudah identifikasi beberapa bidang yang perlu dikerjasamakan lebih dalam dengan China, terutama industri medis dan ekonomi digital," kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun di Beijing kepada ANTARA, Selasa (22/12/2020).