Kamis 31 Dec 2020 04:45 WIB

SPI: Tahun 2020 Penuh Cobaan Buat Petani

Program food estate yang diprakarsai oleh pemerintah tidak memberi ruang bagi petani

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
 Seorang petani menggarap sawahnya di Kerawang, Indonesia, 28 Desember 2020. ilustrasi
Foto:

Reforma Agraria

Henry mengatakan, reforma agraria kembali menjadi sebuah program strategis nasional di dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Namun alih-alih menjalan reforma agraria, pemerintah justru mengesahkan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dengan metode omnibus law, yang  mengakibatkan perubahan besar dalam arah kebijakan pembangunan agraria di Indonesia.

UU Cipta Kerja diketahui memasukkan pasal-pasal kontroversial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang sejatinya telah ditunda pengesahannya karena mendapat penolakan besar-besaran.

Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 125-129 tentang pembentukan Bank Tanah, Pasal 129 tentang penguatan Hak Pengelolaan (HPL), dan Pasal 144 tentang kepemilikan orang asing dalam hak milik atas Satuan Rumah Susun untuk Orang Asing (Sarusun).

Henry juga memberikan catatan khusus terkait masih kurang kuatnya Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, yang dijadikan sebagai dasar implementasi reforma agraria di pemerintahan saat ini.

Beberapa kelemahan di dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 ini antara lain mengenai kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang belum melibatkan para petani dan organisasi petani, baik itu GTRA di tingkat pusat ataupun GTRA di tingkat wilayah.

"Hal ini berdampak pada tidak teridentifikasi dengan baiknya berbagai konflik-konflik agraria yang seharusnya dapat diselesaikan dengan cepat, termasuk juga redistribusi tanah-tanah yang sebelumnya sudah teridentifikasi sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)," ujarnya.

Henry melanjutkan, tahun 2020 juga masih marak terjadi konflik agraria. SPI sendiri secara aktif melakukan pendataan terhadap kasus-kasus konflik agraria yang mencuat pada tahun 2020. Dari pendataan yang dilakukan oleh SPI, tercatat terdapat 37 kasus konflik agraria yang mencuat sepanjang tahun 2020.

Henry menjelaskan, di penghujung tahun 2020, presiden kembali berinisiatif untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria dan pelaksanaan reforma agraria. Hal ini dibuktikan dengan serangkaian rapat terbatas kabinet dan rapat koordinasi dengan organisasi gerakan rakyat.

Henry menambahkan, disahkannya UU Cipta Kerja juga berpotensi membawa dampak negatif bagi kebijakan perbenihan di Indonesia. UU Cipta Kerja mempermudah ketentuan terkait pemasukan dan pengeluaran benih ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebelumnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (UU Hortikultura), terdapat ketentuan bahwa pemasukan benih ke dalam wilayah Indonesia untuk kepentingan komersial hanya diperbolehkan bila tidak dapat diproduksi dalam negeri atau kebutuhan dalam negeri belum tercukupi.

“Ketentuan ini dihapus dalam UU Cipta Kerja, dan jelas akan mengakibatkan terancamnya kedaulatan petani atas benih, karena upaya perlindungan terhadap petani di tingkat nasional semakin diminimalisir," kata Henry.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement