Rabu 06 Jan 2021 14:01 WIB

Kedelai Mahal? Urban Farming Bisa Jadi Solusi

Perajin tahu dan tempe sempat mogok produksi karena mahalnya harga kedelai.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi panen kedelai

Guntur melanjutkan, Indonesia punya potensi lahan yang sangat subur, tak terkecuali untuk kedelai. Sayang, produk tahu tempe yang digemari masyarakat saat ini justru menggunakan bahan baku kedelai yang diimpor seperti dari Amerika Serikat dan Kanada.

Covid-19 membuat jalur distribusi logistik mengalami gangguan. Guntur mengatakan, waktu pengiriman yang biasa membutuhkan 2-3 minggu jadi lebih lama hingga mencapai 9 minggu. Itu menyebabkan ongkos naik dan berdampak pada harga jual. Di sisi lain, permintaan kedelai AS dari China mengalami lonjakan sehingga Indonesia menerima dampaknya.

"Indonesia mestinya bisa menanam kedelai sendiri, namun pengrajin tahu dan tempe juga perlu diedukasi untuk menggunakan produk lokal," ujarnya.

Ia mengakui, terdapat perbedaan antara kedelai impor dan lokal. Menurut para pengrajin, kata Guntur, kedelai lokal memiliki sejumlah kelemahan dibanding impor. Oleh karena itu, edukasi menjadi penting sambil teknologi rekayasa terus dilakukan untuk menghasilkan komoditas kedelai lokal yang mampu menyaingi produk impor.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement