Salah satu masa depan Pertamina selain produksi BBM karena ada tren mobil listrik mungkin 10 tahun ke depan akan menggantikan mobil BBM. Pahala menilai Pertamina juga perlu melakukan kemitraan dengan perusahaan dari negara lain dalam upaya menjadi salah satu produsen petrochemical terbesar di Asia. Pahala meyakini Pertamina memiliki kemampuan dalam mendukung pengembangan industri baterai kendaraan listrik yang terintegrasi.
Sebagai anggota konsorsium BUMN yang akan membentuk Indonesia Battery Corporation, Pahala mengatakan, aset utama Pertamina ialah SPBU dan aset lain. Pertamina juga memiliki anak usaha, Pertamina Power Indonesia, yang fokus pada energi baru terbarukan (EBT).
"(Industri baterai kendaraan listrik) Ini akan jadi game changer buat Indonesia masa depan dan kita punya kesempatan membangun industri yang terintegrasi, jangan sampai kesempatan emas ini terlewatkan," ungkap Pahala.
Pahala menilai pola kemitraan dengan negara lain juga menjadi upaya Indonesia menuju pemain rantai pasok kelas dunia. Selain diskusi dengan perusahaan kendaraan listrik asal AS, Tesla, kata Pahala, Indonesia juga masih membuka pintu kerja sama dengan produsen kendaraan listrik dunia, mulai dari China, Jepang, hingga Korea Selatan (Korsel). Menurut Pahala, kerja sama yang dilakukan Indonesia bisa saja terjadi terhadap banyak perusahaan luar negeri mengingat banyaknya potensi dalam setiap rantai pasok baterai kendaraan listrik, mulai dari pertambangan, pembuatan smelting, refinery, battery cell, motor, hingga recycling.
"Bisa main (kerja sama) dengan Tesla misal di ujungnya, dengan yang lain di sisi lain, masih sangat awal, tentu kita buka kesempatan kepada semua bisa partisipasi, siapa yang beri value paling baik buat kita dan mereka bersedia bangun fasilitas yang end to end di Indonesia, itu yang kita undang," lanjut Pahala.
Pahala menyebut kendaraan motor merupakan kendaraan listrik yang lebih visibel untuk saat ini. Pahala mencontohkan produk motor listrik PT Wijaya Karya (Persero), Gesit, saat ini dibanderol dengan harga Rp 27 juta atau selisih Rp 7 juta dibandingkan rata-rata motor BBM. Pahala menilai harga Gesit dapat lebih murah dengan adanya dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga berupa insentif dari sisi pajak motor, pelat nomor, hingga TKDN.