Perseroan dapat merealisasikan pendapatan non bunga atau fee based income sebesar Rp 11,9 triliun atau tumbuh 4,5 persen dibandingkan periode yang sama 2019, serta dapat melakukan efisiensi biaya operasional tumbuh 2,2 persen.
“Kedua hal ini menjadi sasaran utama perusahaan selama masa pandemi untuk meredam tekanan pendapatan bunga yang turun empat persen dalam rangka pemberian stimulus restrukturisasi kredit kepada para debitur yang terdampak oleh pandemi, serta berkontribusi pada pencapaian pertumbuhan laba sebelum provisi dan pajak (PPOP) sebesar Rp 27,8 triliun pada akhir 2020,” ucapnya.
Bekal PPOP tersebut menambah ruang bagi BNI untuk memupuk pencadangan yang memadai dalam menghadapi tantangan perekonomian di masa mendatang dan juga memberikan kekuatan untuk meminimalisir volatilitas keuntungan perseroan. Hal menarik pada kinerja BNI tahun lalu merupakan peningkatan rasio dana murah yang akhir menurunkan biaya dana.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan dana pihak ketiga BNI pada akhir 2020 sebesar Rp 679,5 triliun atau tumbuh 10,6 persen dibandingkan setahun lalu.
"Strategi perseroan fokus pada peningkatan dana murah, sehingga rasio CASA akhir Desember mencapai 68,4 persen atau meningkat 160 bps secara yoy," ucapnya.
Hal ini berdampak terhadap biaya dana (cost of fund) yang terus mengalami perbaikan, sehingga pada kuartal empat 2020 yang berada pada level dua persen atau membaik 60 basis poin dari kuartal sebelumnya. Pada akhir 2020, cost of fund turun menjadi 2,6 persen dari 3,2 persen pada 2019.
Novita mencatatkan penyaluran kredit pada 2020 sebesar Rp 586,2 triliun atau tumbuh 5,3 persen. Rinciannya, kredit segmen korporasi meningkat 7,4 persen menjadi Rp 309,7 triliun.
Kemudian pertumbuhan kredit kepada segmen bisnis kecil masih sustain sebesar 12,3 persen menjadi Rp 84,8 triliun dan kredit konsumer tumbuh 4,7 persen menjadi Rp 89,9 triliun pada akhir tahun lalu.