EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memprediksi, tren pemulihan ekonomi yang sudah terjadi pada kuartal IV akan terus berlanjut pada tahun ini. Perkiraan tersebut tercermin melalui beberapa indikator seperti PMI Manufaktur yang kembali meningkat dari 51,3 pada Desember 2020 menjadi 52,2 pada bulan lalu.
Selain itu, tingkat keyakinan masyarakat juga terus berada pada tren positif. Dari dua indikator ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini diperkirakan akan kembali tumbuh positif di level sekitar lima persen.
"Proyeksi ini menunjukan adanya tren pembalikan (rebound), searah dengan prediksi beberapa lembaga internasional," katanya dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/2).
Febrio menyebutkan, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh delapan persen pada tahun ini. Sementara, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) masing-masing memperkirakan 4,4 persen dan 4,5 persen.
Tapi, Febrio menyebutkan, adanya variasi angka proyeksi menunjukan faktor ketidakpastian yang masih akan mengancam ekonomi. "Khususnya dari perkembangan Covid-19 dan proses pelaksanaan vaksinasi," tuturnya.
Ke depan, Febrio memastikan, pemerintah akan tetap fokus pada langkah-langkah antisipatif dan responsif dalam menekan penyebaran pandemi Covid-19 serta mendorong keberlanjutan tren pemulihan ekonomi nasional.
Selain menggenjot vaksinasi, pemerintah tetap memperkuat 3T (testing, tracing, treatment) dan mendorong kedisiplinan 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan memakai sabun) untuk mencapai herd immunity.
Febrio menyebutkan, APBN 2021 terus diarahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi namun tetap konsolidatif dengan defisit 5,7 persen terhadap PDB. "Program PEN terus dilanjutkan untuk memastikan penanganan COVID-19 terus berjalan secara efektif, menjaga daya beli masyarakat, serta menstimulasi pemulihan dunia usaha," ujarnya.
Pada Jumat, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencatatkan kontraksi 2,07 persen sepanjang 2020. Ini pertama kali terjadi sejak krisis ekonomi yang melanda dunia pada 1998 silam.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kontraksi ekonomi yang terjadi pada 2020 tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19 yang melanda di seluruh dunia. Dampak buruk terhadap perekonomian tidak bisa dihindari sehingga menimbulkan tekanan secara global.
"Sejak 1998, pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali alami kontraksi, karena tahun 1998 ada krisis moneter. Dan, 2020 ini, karena pandemi Covid-19," kata Suhariyanto dalam konferensi pers virtual.