Hadir bersamaan, Guru Besar Tetap Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr Ir. Abdul Rauf, MP menilai bahwa merubah alang-alang menjadi areal pertanian adalah buah keyakinan dan ketelatenan.
“Memang perlu serangkaian perlakuan mulai dari perawatan tanah. Tanah di sini rata-rata bersifat masam maka perlu dinetralkan dengan dolomit. Tanahnya perlu ditambahkan unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan sayuran seperti bawang merah, bawang putih dan kentang,” ujarnya.
Profesor ilmu tanah ini juga menyebutkan bahwa semak belukar yang terdiri dari tanaman pakis ini juga memiliki sifat dasar membunuh tanaman lain di luar ekosistemnya.
“Pakis ini memiliki zat alelopati yang merupakan senyawa beracun. Sifatnya asam yang dapat membunuh tanaman selain golongannya karena dianggap lawan. Bahkan tanaman alang-alang lainnya, seperti yang kita lihat ini, tumbuhnya merana. Jadi seharusnya yang dapat bertahan hidup hanya tanaman tahunan seperti kopi atau cokelat. Sehingga apabila sayuran dapat tumbuh maka ini hal yang luar biasa. Di sinilah letaknya peran teknologi pertanian,” paparnya.
Melihat kondisi pertanaman yang ada di lahan, kedua Guru Besar ini menyarankan terus dilakukannya perawatan hingga masa panen. Tanaman yang sekarang ini berkembang memang belum semuanya tumbuh optimal, misalnya saja bawang merah. Sekilas ada yang daun bawangnya kecil dan umbinya kecil.
“Tanaman yang terlihat kecil ini bukan gagal tumbuh ya. Wajar karena pertanaman perdana, unsur haranya belum maksimal. Jadi dalam satu kelompok ada yang besar dan ada yang kecil namun lihat ini tetap memiliki umbi. Meski berukuran kecil, umbinya bagus, bisa dipanen dan masyarakat di sini lebih suka bawang berukuran kecil seperti ini. Terus saja melakukan pemupukan dan pengairan yang cukup,” lanjut Noverita.
Pada akhir sesi kunjungan, Noverita mengarahkan agar seusai panen, tanaman diselingi dengan komoditas lain seperti padi baru kemudian kembali ke bawang merah. Dirinya meyakini pada pertanaman berikutnya, hasilnya akan memuaskan.