Adapun merk mobil yang dinilai punya daya tawar untuk masuk ke pasar Australia yakni Toyota Innova, Toyota Fortuner, Mitsubishi Pajero, dan Mitsubishis Xpander. "Target saya ingin setidaknya 10 persen dari kebutuhan konsumsi Australia bisa diisi mobil Indonesia," kata Lutfi menambahkan.
Lutfi mengatakan, ekspor mobil dari Indonesia pada tahun lalu mengalami penurunan. Pada 2019, ekspor mobil mencapai lebih dari 310 ribu unit dengan devisa sekitar 8,2 miliar dolar AS. Memasuki 2020, ekspor anjlok menjadi sekitar 250 ribu dengan nilai devisa turun hampir 20 persen menjadi 6,6 miliar dolar AS.
Menurutnya, jika Indonesia bisa meningkatkan ekspor mobil 100 ribu unit tahun ini, pertumbuhan nilai devisa setidaknya bisa bertambah 4 miliar dolar AS dari tahun lalu. "Ini bisa kita kerjakan dengan diplomasi dan memastikan produksi jalan," katanya.
Dalam memastikan produksi agar berjalan, pemerintah memberikan insentif berupa pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor 0 persen. Khususnya untuk mobil di bawah 1.500 cc, LCC, dan yang memiliki 70 persen kandungan lokal.
Ia mencatat, rata-rata penjualan mobil per tahun sebanyak 1-1,1 juta unit per tahun. Tahun 2020, anjlok hingga 550 ribu ton dan membuat stok kendaraan menjadi sangat tinggi. Oleh sebab itu, insentif pajak yang diputuskan itu diharapkan bisa meningkatkna kembali pembelian mobil. Pertimbangan lain yakni industri otomotif yang mempekerjakan sekitar 1,5 juta pekerja dengan keahlian khusus yang memiliki banyak implikasi.