EKBIS.CO, JAKARTA -- Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah lebih mematangkan rencana pembukaan kembali pariwisata di Bali.
"Indikator penurunan jumlah kasus di Bali jelas, (namun) pembukaan pariwisata di sana,wabahnya harus sudah terkendali lebih dulu," ujar peneliti Indef Rusli Abdullah di Jakarta, Sabtu (27/2).
Kendati nanti dibuka, lanjut dia, maka pemerintah harus melakukan pengecekan ganda (double screening)terhadap wisatawan, terutama asing, yang akan berkunjung ke Pulau Dewata itu."Misal, dari negara asal wisatawan asing harus ada surat bebas COVID-19, lalu di Bali juga harus dicek kembali. Jadi double screening," ucapnya.
Selain itu, ia menambahkan protokol kesehatan juga harus tetap ketat dijalankan agar tidak menimbulkan kasus baru."Wisatawan asing cenderung berkumpul di bar atau tempat ramai, harus ada jam malam juga, tetap ada batasan-batasannya," katanya.
Ia mengakui potensi ekonomi pariwisata Bali cukup besar bagi Indonesia dan UMKM, namun tetap juga harus dilakukan hati-hati. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan rencana membuka kembali pariwisata Bali menyusul penurunan jumlah kasus COVID-19 di Pulau Dewata.
Dalam rapat koordinasi pemulihan pariwisata Bali, Kamis (25/2), Luhut menilai kemungkinan pembukaan kegiatan ekonomi, termasuk pariwisata akan dilakukan seiring dengan implementasi protokol kesehatan secara ketat.
"Jumlah kasus (COVID-19) di Bali dalam beberapa minggu terakhir ini telah menunjukkan penurunan. Penurunan tersebut terjadi karena diberlakukan kebijakan pendekatan terukur dengan memperhitungkan dua faktor krusial, yaitu memungkinkan kegiatan ekonomi untuk dilanjutkan dan menegakkan implementasi protokol kesehatan di seluruh Bali, termasuk di tingkat desa," katanya.
Luhut mengungkapkan pemerintah akan melakukan sosialisasi seperti mengenai peraturan/regulasi tata cara pariwisata di Bali, terutama untuk wisatawan asing."Regulasi baru yang diterapkan di Bali yakni diberlakukannya Penalty for Health Protocol. Aturan tersebut dengan tahapan awal sosialisasi dan publikasi mengenai praktek protokol kesehatan, pemantauan praktik protokol kesehatan, pelanggaran protokol kesehatan, peringatan pertama dengan diberlakukan penalti administratif hingga terakhir deportasi," jelasnya.