EKBIS.CO, JAKARTA – Pemerintah akan mengalokasikan impor beras sebesar 1 juta ton kepada Bulog. Keputusan impor ini terus menjadi sorotan karena produksi beras dalam negeri yang diprediksi surplus dan dilakukan saat musim panen.
Menanggapi hal tersebut, guru besar llmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, menyampaikan, kegiatan ekspor impor pertanian hal yang biasa dilakukan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, impor beras yang dicanangkan pemerintah sah saja untuk dilakukan. “Jika impor beras ini datang kemudian disimpan Bulog dan disalurkan di saat yang tepat tidak menjadi masalah,” jelasnya kepada wartawan, Kamis (18/3).
Lebih lanjut, stok cadangan yang dikelola Bulog telah berada di angka 1 juta ton atau berada di bawah volume minimal yang amanatkan pemerintah untuk stabilitas pasokan. Sehingga stok beras Bulog tetap perlu diantisipasi untuk mencegah spekulasi harga hingga akhir tahun.
“Saya kira untuk mengambil keputusan tersebut pemerintah tetap mempertimbangkan kesejahteraan petani yang menjadi prioritas. Selain itu, nilai beras yang diimpor masih rendah dibandingkan total produksi beras dalam negeri. Kalau tidak mengganggu harga tidak perlu dipermasalahkan,” kata Bustanul.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Airlangga Hartarto mengatakan, impor beras sebesar 1 juta ton ini akan dibagi menjadi dua.
"Ini akan dibagi jadi dua, pertama itu 500 ribu ton akan digunakan untuk cadangan beras, dan 500 ribu ton sisanya akan digunakan sesuai kebutuhan Bulog," kata dia, dalam Rapat Kerja Kemendag, belum lama ini.
Stok beras, kata Menko Airlangga harus dijaga sebesar 1 hingga 1,5 juta ton. Terlebih, saat ini pemerintah melakukan pengadaan beras besar-besaran untuk pasokan beras bansos selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat dan pandemi Covid-19. Upaya ini dilakukan untuk mencegah gangguan pasokan dari produksi di dalam negeri.