Suryo menambahkan, sebagai komoditas dengan nilai yang paling ekonomis membuat stok batu bara ke depannya hanya yang tersisa untuk kalori rendah. Batu bara jenis ini, kata Suryo berada di tengah pulau dengan rasio cadangan yang cukup tinggi sehingga membuat biaya produksi dan operasi juga lebih mahal dibanding kalori tinggi.
“Indonesia menyatakan cadangan batu baranya cukup besar dan ini sebagai kekayaan negara. Ini penting menstrategikan bagaimana batu bara ini ke depan,” ungkap Suryo.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia justru optimistis dengan bisnis batu bara. Indonesia masih mematok tinggi produksi hingga 20 tahun ke depan.
Ridwan Djamaluddin, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan salah satu peningkatan produksi batu bara adalah meningkatnya konsumsi dalam negeri. Di sisi lain pemerintah juga masih menargetkan ekspor batu bara yang masih tinggi.
Dalam data yang dipaparkan Ridwan, pemerintah merencanakan produksi batu bara mencapai 678 juta ton pada 2040. Dari proyeksi produksi di tahun tersebut, jatah ekspornya diperkirakan mencapai 403 juta ton. Sedangkan untuk kebutuhan dalam negeri sekitar 275 juta ton dan kebutuhan untuk gasifikasi sekitar 32,6 juta ton.
“Yang pasti angka ini menggambarkan produksi masih cukup banyak dan penggunaan sebagian besar ke domestik akan lebih besar. Gasifikasi akan meningkat walaupun harus diupayakan lebih besar dari tahun ke tahun,” kata Ridwan.