Disisi lain Menteri Siti mengungkapkan jika para peneliti kita pun sebenarnya telah mampu mengungkap potensi sumber daya genetik Indonesia (bioprospeksi), sebagai contoh, seperti (1) Pemanfaatan bakteri berguna (microba) untuk pengganti pupuk dan pestisida serta anti frost, (2) Penemuan anti-cancer pada soft Coral di TWA Teluk Kupang, (3) Budidaya Jamur Morel yang memiliki nilai ekonomis tinggi di TN Rinjani dan lain sebagainya.
"Potensi-potensi seperti ini harus terus kita cari dan kembangkan, sehingga sumber daya genetik Indonesia dapat kita jadikan sebagai modal/asset (natural capital) yang dirasakan secara nyata untuk mendukung kesejahteraan masyarakat serta menuju Indonesia maju," tegasnya.
Oleh karenanya Menteri Siti meminta agar Indonesia sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi perlu memiliki kemampuan penguasaan teknologi untuk dapat mengolah kekayaan tersebut.
Perwujudannya memerlukan dibukanya kesempatan/peluang kerjasama dengan negara-negara pemilik teknologi melalui kebijakan pemanfaatan sumber daya genetik yang menguntungkan
Indonesia sebagai negara penyedia sumber daya. Pemikiran yang dijadikan asas disini menekankan pada penjaminan pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan sumberdaya genetik tersebut bagi pemiliknya. Selain itu diperlukan perhatian atas pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik tersebut.
Banyak hal yang perlu dikembangkan terkait dengan pengaturan atas pemanfaatan sumber daya genetik, sehingga diperlukan kesepahaman antar Kementerian/Lembaga agar mampu melindungi keberadaan kekayaan keanekaragaman hayati sebagai asset negara untuk masa kini dan masa depan.
Indonesia perlu mengalokasikan investasi untuk melakukan riset secara komprehensif terkait potensi pemanfaatan kehati dan sumber daya genetik asli yang tersebar di seluruh daerah yang masih belum semuanya di eksplorasi. Hal ini mengingat bahwa sumber daya genetik memiliki nilai strategis untuk keutuhan pangan, kesehatan, energi, ekonomi, keamanan negara, perkembangan teknologi dan lingkungan serta sebagai bentuk kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar sepakat jika penting bagi Indonesia harus terus berupaya keras menjaga kelestarian keanekaragaman hayatinya, sumber daya genetik dan pengetahuan-pengetahuan tradisional dan mengembangkannya secara berkelanjutan.
Indonesia disebutnya telah melakukan berbagai upaya untuk mengelola kehati termasuk dari aspek perlindungan, konservasi, serta pemanfaatan dan pembagian keuntungan dari pemanfaatan komponen kehati telah dilakukan pemerintah disegala tingkatan dari nasional hingga global. Di tingkat internasional Indonesia menjadi negara pihak konvensi keanekaragaman hayati atau CBD dan telah meratifikasinya menjadi UU No 5/1994. Indonesia juga telah meratifikasi International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA) melalui UU No.4/2006 tentang upaya perlindungan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian. Pengelolaan kehati Indonesia juga diatur dalam UU No.11/2013 tentang pengesahan Protokol Nagoya mengenai akses pada sumber daya genetik dan pembagian keuntungan yang adil dan seimbang yang timbul dari pemanfaatannya. Indonesia juga aktif dalam perundingan di forum internasional lainnya.
Guna mengoptimalisasi pengelolaan kehati di Indonesia serta menjaga kedaulatan negara atas kekayaan alamnya, Wamenlu Mahendra Siregar menekan beberapa hal yang kiranya perlu untuk terus dimajukan, yaitu dengan memperkuat kompetensi domestik dan meningkatkan investasi dibidang riset, ilmu pengetahuan teknologi dan inovasi mengenai kehati. Kemudian pentingnya meningkatkan kerjasama multipihak baik dengan pamengku kepentingan nasional maupun internasional, serta dengan penguatan mekanisme dan kerja sama internasional.
"Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian kekayaan kehati global berada di negara-negara berkembang, banyak negara dan perusahaan di negara maju yang memiliki kepentingan baik untuk keperluan usaha, investasi maupun industri mencari potensi sumber daya genetik dari negara-negara berkembang untuk kemudian dikembangkan untuk kebutuhan penelitian, ekonomi, dan komersial. Hal ini yang Pemerintah terus kejar agar terjadi pembagian keuntungan yang adil dan seimbang yang timbul dari pemanfaatan komponen kehati" ujarnya.
Hal senada diungkapkan Kepala LIPI Laksana Tri Handoko bahwa pengelolaan sumber daya genetik penting dilakukan, LIPI sebagai scientific authority mengupayakan perlindungan sumber daya genetik melalui konservasi eksitu yaitu Kebun Raya. LIPI juga mengkoleksi spesimen fisik/spesimen mati baik flora maupun fauna dan juga mikroba kemudian saat ini LIPI juga sudah melakukan ekstraksi data digitalnya baik itu data DNA, struktur protein dan juga senyawa-senyawa aktif yang dikandung di spesimen-spesimen tersebut.
"Informasi dari ekstraksi itu sangat penting karena saat ini kita tidak cukup hanya dengan tracing dari taksonomi konvensional, kita harus masuk ke level molekuler, sehingga kalo kita ingin menuntut benefit sharing sesuai dengan Protokol Nagoya yang telah kita ratifikasi, maka kita bisa membuktikan secara molukuler bahwa ini memang sumber daya genetik asli Indonesia. Kemudian juga tentu akan berguna sampai pemanfaatan khususnya yang terkait dengan bioenginering dan bioteknologi," ungkap Laksana.
FGD ini diselenggarakan selama 2 (dua) hari pada tanggal 23 – 24 Maret 2021 secara hybrid, tatap muka (untuk pembicara) dan on-line (untuk Peserta), bertempat di ruang Rimbawan I Gedung Manggala Wanabhakti Kementerian LHK Jakarta. FGD hari pertama ini dihadiri oleh sekitar 4.021 orang peserta secara online yang terdiri dari perwakilan Kementerian/Lembaga, Akademisi dan Pakar, serta praktisi di bidang sumber daya genetik.