EKBIS.CO, JAKARTA -- Hambatan yang terjadi di Terusan Suez disebut telah mengganggu pasar komoditas. Hambatan itu juga dapat merusak rantai pasokan global yang sudah tertekan selama pandemi Covid-19.
The Ever Given, kapal kontainer sepanjang 400 meter yang dioperasikan oleh Evergreen Group, terjebak di Terusan Suez pada Selasa (23/3). Terusan itu merupakan salah satu terminal pengiriman tersibuk di dunia yang menjadi jalur tercepat pengiriman dari Asia ke Eropa.
Hampir 19 ribu kapal melewati Terusan Suez pada tahun lalu. Per harinya, kanal tersebut dilewati lebih dari 50 kapal. Sekitar 12 persen perdagangan dunia melewati kanal tersebut termasuk perdagangan dengan volume besar seperti minyak mentah dan gas alam.
Jika proses untuk membuka kembali jalur air terlambat, kapal hanya memiliki dua pilihan, menunggu di mulut kanal atau melakukan perjalanan ribuan kilometer mengitari Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Pilihan kedua akan menunda kedatangan kargo sekitar satu minggu.
Pasar minyak pun bereaksi terhadap kejadian di Terusan Suez tersebut. Minyak mentah Brent telah melonjak 3 persen pada satu Rabu.(24/3) karena kekhawatiran pasokan yang lebih ketat Di New York. Sementara minyak mentah berjangka untuk pengiriman Mei naik 5 persen.
Saham pemimpin pelayaran global, AP Moller-Maersk Denmark, turun lebih dari 9 persen pada perdagangan Rabu dibandingkan dengan penutupan hari Senin. Sementara itu, investor membeli mata uang negara-negara kaya sumber daya, seperti Kanada dan Australia.
Perusahaan yang terkena dampak berlomba untuk mengumpulkan informasi tentang situasi dan mengukur kemungkinan kerusakan. Perusahaan analisis minyak Vortexa mengatakan penyumbatan dapat mempengaruhi 10 kapal tanker yang membawa total 13 juta barel minyak mentah.
"Kapal tanker yang membawa minyak Saudi, Rusia, Oman dan AS menunggu di kedua ujung kanal," tulis TankerTrackers.com, layanan yang melacak pengiriman minyak, di Twitter.
Baltic Exchange Dry Index, indikator utama untuk tarif pengiriman, telah melonjak 38 persen dari akhir Februari menjadi 2.319 pada Senin (22/3). Angka ini merupakan yang tertinggi sejak September 2019.
Perusahaan pelayaran belum memperhitungkan kemungkinan dampak penyumbatan Suez pada tarif mereka. Namun insiden itu dapat membuat penyedia logistik semakin tertekan dan mengguncang pasar pelayaran.