Saham dengan WVR, lanjutnya, merupakan skema yang diadopsi dan dipraktekkan secara luas di bursa negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Hong Kong, dan Singapura. Bila merujuk pada perkembangan di negara lain, skema WVR diadopsi oleh Singapura dan Hong Kong pada tahun 2018 dengan tujuan mengakomodir IPO startups di kedua bursa efek tersebut dan setelah diberlakukannya skema WVR, bursa efek di negara-negara itu telah menjadi sebuah tujuan IPO bagi perusahaan-perusahaan startups baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Supaya dapat mengakomodasi ketentuan WVR, Kadin mengusulkan, definisi pemegang saham pengendali di dalam peraturan OJK maupun BEI harus diberikan pilihan. Pertama, jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham atau kedua, jumlah lembar saham dengan hak suara yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini sesuai dengan peraturan dan praktik yang dilakukan di negara-negara yang menerapkan skema WVR.
Dengan begitu, pemegang saham pengendali dapat diartikan sebagai pemegang saham yang mempunyai jumlah hak suara terbanyak di dalam sebuah perusahaan dan bukan hanya pemegang saham yang mempunyai jumlah lembar saham dengan hak suara terbanyak. Tak hanya itu, penambahan modal tanpa HMETD diusulkan dapat dilakukan oleh emiten di Indonesia sebesar 30 persen dari modal disetor setiap tahunnya selama emiten mendapatkan persetujuan pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan khusus bagi perusahaan teknologi rintisan, diperbolehkan untuk melakukan penambahan modal tanpa HMETD sebesar maksimum 10 petsen dari modal disetor setiap tahunnya.
Khusus untuk pemegang saham pengendali atau founders, selama emiten mendapatkan persetujuan pemegang saham independen melalui RUPS. Usulan batasan pengeluaran saham dengan persentase ini sama seperti yang dilakukan di Amerika Serikat, Hong Kong, dan Singapura.
Menurut Rosan, pencatatan saham ganda di 2 (dua) Bursa Efek (dual listing) dan E-Bookbuilding (Penawaran Awal secara Elektronik) seperti di BEI dan bursa di Amerika Serikat atau bursa lainnya. Maka perusahaan rintisan akan menjadi perusahaan dengan nilai kapitalisasi besar, serta mendorong tumbuhnya kepercayaan investor mancanegara terhadap perusahaan Indonesia sehingga akan menarik lebih banyak investasi asing dan dapat membuat perusahaan rintisan menjadi lebih bisa bersaing di kancah internasional.
“Peraturan pelaksanaan bookbuilding dan proses penawaran umum saham perdana di Indonesia saat ini masih ditemui berbagai permasalahan teknikal dari segi periode waktu (timeline) pencatatan antara bursa Indonesia dengan bursa Amerika Serikat, misalnya. Apabila peraturan tidak direvisi, maka rencana pencatatan saham ganda di bursa Indonesia dan bursa Amerika Serikat untuk perusahaan Indonesia dapat mengalami hambatan. Hal seperti ini yang kami harapkan bisa ditindaklanjuti,” jelas dia.