EKBIS.CO, JAKARTA -- Komoditas sawit diakui mampu menciptakan daerah pusat pertumbuhan ekonomi baru. Itu terjadi karena kegiatan perkebunan dan industrialisasi sawit yang secara nyata meningkatkan pendapatan masyarakat.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, menjelaskan, hasil penelitian PASPI terdapat sejumlah kabuptan kota yang tersebar di 10 provinsi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Adapun kesepuluh provinsi tersebut di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, serta Papua dan Papua Barat.
"Kabupaten yang memiliki sentra sawit perkembangannya lebih cepat dibanding kabupaten yang tidak memiliki sawit. Ini hasil penelitian secara empiris dan hasilnya sama dengan yang diteliti World Bank," kata Tungkot, dalam sebuah webinar Peranan Kelapa Sawit dalam Pengentasan Kemiskinan dan Mewujudkan Gratieks yang digelar Forum Wartawan Pertanian, Rabu (31/3).
Tungkot mengatakan, kemiskinan di suatu daerah terbukti mengalami penurunan seiring dengan meningkatkan produksi minyak sawit. Menurutnya, pengalaman yang sama itu juga dialami oleh negara produsen sawit seperti Malaysia, Columbia, hingga Papua Nugini.
"Jadi di mana ada sawit berkembang, dia selamatkan orang-orang miskin," katanya.
Lebih lanjut, ia memaparkan, nilai transaksi antara komunitas sawit dengan petani tanaman pangan, peternak, nelayan, serta kegiatan ekonomi perdesaan dan perkotaan juga cukup besar.
Hasil penelitian PASPI tahun 2019 mencatat, nilai transaksi antara masyarakat kebun sawit dengan petani pangan mencapai Rp 36,8 triliun dengan masyarakat nelayan Rp 10 triliun serta masyarakat peternak Rp 13,1 triliun.
Adapun transaksi masyarakat kebun sawit dengan masyarakat perkotaan tembus hingga Rp 202,1 triliun per tahun dan masyarakat pedesaan Rp 59,8 triliun. "Industri sawit bahkan menolong kemiskinan dunia, baik di sisi jalur produksi di sentra sawit, jalur hilirisasi di negara importir, serta jalur konsumsi minyak sawit," kata dia.
Tungkot mengatakan, penciptaan lapangan kerja di negara importir minyak sawit mengalami kenaikan sejak 2010. Pada 2010 penciptaan lapangan kerja di delapan negara importir sawit mencapai 1,99 juta orang. Adapun pada 2020 diperkirakan penciptaan lapangan kerja tembus 2,73 juta orang. Menurut dia, penciptaan lapangan kerja itu bisa terjadi karena kegiatan hilirisasi di negara importir.