EKBIS.CO, JAKARTA -- Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyebutkan ketersediaan stok beras perlu dievaluasi secara berkala untuk mengantisipasi apabila terjadi isu ketahanan pangan nasional maupun global. Yeka dalam webinar Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) tentang ketahanan pangan nasional yang dipantau di Jakarta, Kamis (15/4), mengatakan agar kebijakan impor beras tidak selalu dikaitkan dengan politik namun juga harus dilihat kondisi ketersediaan pangan nasional secara nyata.
Menurutnya, saat ini negara-negara besar dunia tengah mengamankan pasokan pangan untuk rakyatnya dengan mengimpor bahan baku makanan secara besar-besaran. "Perilaku perdagangan beras dunia mengkhawatirkan. Harga kedelai naik, China mengimpor jagung dan gandum empat kali lipat dibandingkan tahun 2020, China mengimpor kedelai sampai 90 juta ton, dan juga Rusia tiba-tiba menjadi negara pengimpor gandum terbesar sedunia," kata dia.
Namun berdasarkan proyeksi dari Badan Pusat Statistik ketersediaan beras nasional hingga Mei dinilai masih aman. BPS memproyeksikan stok beras surplus hingga 3,66 juta ton sampai Mei 2021.
Selain itu BMKG juga menyebutkan, iklim dan cuaca Indonesia pada tahun 2021 dinilai masih normal sebagaimana terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Fenomena La Nina yang memberikan dampak tambahan curah hujan sepanjang 2020 masih ada hingga Mei 2021. Selain itu 35 persen wilayah Indonesia juga mengalami kemarau basah atau kemarau yang memiliki curah hujan lebih dari biasanya.
"Di bulan Mei, produksi padi saya lihat justru produksi beras kita aman. Tapi kalau neraca beras bulan Mei stok akhirnya agak mengkhawatirkan, ini penting bagi kita agar keputusan impor jangan terlalu terlalu ditarik ke ranah politik," kata Yeka.
Namun Yeka menekankan, pada dua poin penting dalam pengendalian stok beras, yaitu stabilisasi harga agar tidak bergejolak terlalu tinggi dan juga agar warga miskin bisa mendapatkan akses yang cukup tinggi kepada beras dengan berbagai instrumen yang ada.