EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta menguat pada akhir pekan, dipicu turunnya imbal hasil (yield) obligasi AS dan melonjaknya ekonomi China. Rupiah pada Jumat (16/4) ditutup menguat 50 poin atau 0,34 persen ke posisi Rp 14.565 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.615 per dolar AS.
Analis HFX International Berjangka Ady Phangestu di Jakarta, Jumat, mengatakan, sentimen positif terlihat dari penguatan Wall Street hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa yang diikuti bursa Asia pagi ini.
"Selain itu, imbal hasil obligasi AS sedang mengalami penurunan dan berada di level terendah satu bulan yaitu 1,53 persen. Ini bisa memicu terjadinya capital inflow bagi Indonesia yang dapat menjadi tenaga bagi rupiah," ujar Ady.
Dalam sepekan terakhir, lanjut Ady, rupiah masih menguat sekitar 0,11 persen dalam perdagangan yang mendatar, mesti sempat melemah hingga Rp 14.645 per dolar AS. Harga Rp 14.500 per dolar AS masih menjadi harga acuan untuk sementara waktu sebagai harga tengah.
"Posisi hari ini berada di kisaran Rp 14.560. Rentang harga untuk pekan depan diperkirakan akan berada di Rp 14.500-Rp 14.750," kata Ady.
Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan selain penurunan imbal hasil obligasi AS, penguatan rupiah didukung neraca perdagangan Maret 2021 yang mengalami surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan RI mengalami surplus 1,57 miliar dolar AS pada Maret 2021 dengan total nilai ekspor 18,35 miliar dolar AS dan impor 16,79 miliar dolar AS.
"Data perdagangan ekspor impor sangat bagus. Selain itu, GDP China juga meningkat. Sentimen positif bagi pemulihan ekonomi global menguatkan rupiah," ujar Lukman.
Ekonomi Negeri Tirai Bambu kembali melanjutkan momentum pertumbuhan di mana pada kuartal I 2021 mencapai 18,3 persen setelah pada kuartal IV 2020 lalu tumbuh 6,5 persen.