EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Wakat Nasional (BWI) resmi mengusung Indeks Wakaf Nasional (IWN) bersamaan dengan peluncuran Pusat Antara Universitas (PAU) Wakaf, Jumat (18/4). IWN akan menjadi tolak ukur kinerja perwakafan nasional dan menjadi yang pertama di dunia.
Guru Besar Universitas Airlangga, Raditya Sukmana yang menyampaikan IWN adalah hasil kolaborasi dari empat universitas yang coba mengukur standar pengelolaan wakaf di Indonesia. Indeks ini diusulkan untuk menjadi alat ukur kinerja perwakafan baik di tingkat nasional maupun wilayah.
"Pengukurannya berdasar pada data yang diinput oleh otoritas wakaf di tingkat lokal yang kemudian dapat diagregasi di tingkat nasional," katanya dalam Talkshow perdana Research Expose kolaborasi BWI dan DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia yang digelar virtual.
Ke depan, Raditya mengatakan indeks ini akan diusulkan ke tingkat global karena hingga sekarang belum ada alat ukur bagi performa wakaf di dunia. IWN terinspirasi dari Indeks Zakat Nasional yang sudah diterapkan dan memberikan banyak manfaat.
Dalam konteks studi kali ini, pilar-pilar IWN disusun berdasar ketentuan regulasi, standar, dan literatur terkait perwakafan di Indonesia. Adopsi oleh negara lain dapat menyesuaikan dengan kondisi pada negara tersebut.
"Kita di Indonesia berangkat dari berbagai tantangan yang ada dalam perwakafan, mulai dari banyaknya aset tanah wakaf namun kurang produktif, rendahnya literasi, perlunya peningkatan kapasitas nazir, dan lainnya," katanya.
Maka dari itu, IWN menggunakan enam pilar yang menjadi indikator perhitungan dan diharap dapat mengatasi tantangan-tantangan yang ada. Enam pilar tersebut diantaranya regulasi, faktor institusi, faktor proses, faktor sistem, faktor outcome, dan faktor dampak.
Enam faktor di atas dijabarkan lagi menjadi beberapa indikator yang akan menentukan bobot nilai IWN, misal di satu wilayah. Faktor regulasi diantaranya memperhitungkan dukungan regulasi di wilayah, anggaran pemerintah, dan pembinaan dari otoritas.
"Ada tidaknya dukungan dari pemerintah setempat itu akan jadi tolak ukur dan akan diapresiasi," katanya.
Dari faktor institusi, ada indikator kualitas managemen dan status nazir. Raditya mengatakan, ke depannya diharapkan nazir akan lebih banyak berstatus institusi daripada perseorangan. Agar lebih terorganisir, profesional, dan akuntabel.
IWN ini nantinya akan mendorong nazir untuk mempunyai standar ISO dan melakukan penerapan PSAK 112. Nazir yang berstatus institusi akan lebih mudah mengikutinya.
Sementara dari sisi proses, akan memperhitungkan pengumpulan, pengelolaan, dan pelaporan. Faktor sistem memuat indikator legalitas wakaf tanah, kepatuhan syariah, dan managemen informasi publik yang bisa menjangkau hingga dunia internasional.
Faktor outcome memperhitungkan rasio wakaf produktif dan jangkauan penerima manfaat. Dan terakhir sisi dampak atau impact yang terdiri dari perhitungan atas indeks CIBEST yang dikembangkan IPB University, modifikasi IPM, indeks kemandirian, juga infrastruktur.
"Semua memiliki bobot-bobotnya, yang kemudian dihitung menjadi satu nilai indeks, kita akan coba terapkan tahun per tahun," katanya.
Raditya menyadari bahwa proses awal akan butuh waktu dan disertai tantangan. Bisa saja ada kekurangan dan proses pengumpulan data yang tidak mudah. Namun, inisiatif ini harus dimulai untuk melihat indikator kebermanfaatan wakaf juga peningkatan pengelolaannya.
Sejumlah manfaat yang dapat terukur dan terpantau adalah kondisi dan perkembangan perwakafan suatu wilayah hingga ke tingkat nasional. Juga, perbandingan kinerja perwakafan antar wilayah dan antar waktu. Serta dapat mendorong regulator dan lembaga wakaf mencapai standar atau target tertentu hingga mengarahkan orientasi pada hasil atau dampak.