EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah optimistis sinyal pemulihan ekonomi nasional semakin menguat meski pandemi Covid-19 belum usai. Salah satu tolok ukur yang dipegang pemerintah adalah kinerja neraca perdagangan yang kembali mencatatkan surplus 1,57 miliar dolar AS. Ekspor nonmigas menjadi komponen utama capaian suprlus neraca dagang.
"Momentum ini perlu terus dijaga, agar kita bukan hanya mampu keluar dari krisis, tetapi juga tumbuh secara lebih baik. Nanti setelah pandemi usai," ujar Tenaga Ahli Utama Kedeputian Bidang Ekonomi Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono dalam siaran pers, Ahad (18/4).
Capaian surplus neraca dagang tersebut tidak lepas dari transaksi perdagangan luar negeri, baik ekspor atau impor, khususnya sektor industri. Hal ini terlihat dari peningkatan yang terjadi pada impor barang modal dan bahan baku/penolong yang meningkat hingga 33,7 persen secara year on year (yoy). Hal yang sama terjadi untuk impor bahan baku, mengalami peningkatan secara yoy sebesar 25,82 persen.
Secara implisit, ujar Edy, hal itu menunjukkan bahwa sektor industri sebagai pemakai barang modal dan bahan baku terus menggeliat dan bangkit di masa pandemi. Edy menyebut, catatan ini patut kita syukuri di tengah kesulitan ekonomi pada masa pandemi.
"Apalagi pada April 2020 lalu, neraca perdagangan kita sempat defisit," katanya.
Indikator kinerja industri (Prompt Manufacturing Index) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia juga menunjukkan sinyal pemulihan ekonomi. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, PMI Indonesia berada pada level 50,01, naik dari 47,29 pada kuartal IV-2020. Dari sini, Edy melihat, sektor industri sudah mulai memasuki zona ekspansi (PMI lebih dari 50). PMI pun diperkirakan terus membaik dan menjadi 55,25 pada kuartal II-2021.
Meskipun demikian, Edy melihat masih ada catatan yang membuat pemerintah mesti bekerja keras. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk pertambangan dan produk olahan kelapa sawit. Hal itu menunjukkan bahwa diversifikasi ekspor masih menjadi tantangan yang mesti dijawab.
Selain itu, negara tujuan ekspor juga masih didominasi oleh negara-negara yang selama ini memang menjadi mitra utama, seperti Tongkok, AS dan Jepang. "Pengembangan pasar non-tradisional masih menjadi tantangan dan memerlukan kerja keras untuk mewujudkannya," kata Edy.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi surplus perdagangan barang sepanjang kuartal I 2021 sebesar 5,52 miliar dolar AS. Kepala BPS, Suhariyanto, menyampaikan, nilai ekspor Indonesia pada kuartal I 2021 tembus 48,9 juta dolar AS atau tumbuh 17,11 persen dari periode sama tahun lalu.
Kenaikan ekspor terjadi pada ekspor migas naik 16,52 persen. Begitu pula pada non migas di mana ekspor pertanian naik 14,61 persen, industri melonjak 18,06 persen, serta pertambangan tumbuh 12,10 persen.
Adapun dari sisi impor, nilainya tercatat mencapai 43,3 juta dolar AS, naik 10,76 persen dari kuartal I 2020. Impor barang konsumsi mengalami kenaikan 14,62 persen, sementara impor bahan baku dan barang modal masing-masing naik 11,47 persen.
"Neraca kita masih surplus. Indikator ini menunjukkan bahwa industri manufaktur kita mulai bergerak begitu juga dengan investasi. Semua berharap ekonomi Indonesia pulih," kata Suhariyanto.