EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat utang masyarakat lewat pinjaman online sebesar Rp 19 triliun per Maret 2021. Outstanding pembiayaan fintech peer to peer lending itu tumbuh 28,7 persen dibandingkan Maret 2020 lalu.
Kepala Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan OJK Enrico Harianto mengatakan tingginya pengguna fintech atau pinjaman online di dalam negeri juga membuat pemerintah mempertimbangkan perubahan atas ketentuan restrukturisasi kredit pada lembaga jasa keuangan non bank dalam POJK nomor 58 tahun 2020, salah satunya untuk memasukkan fintech peer to peer lending sebagai lembaga jasa keuangan yang kreditnya bisa direstrukturisasi.
"Selain perpanjangan jangka waktu restrukturisasi di perbankan, kita juga melakukan hal yang sama pada IKNB, kita masukkan juga penambahan subjek pada fintech," ujarnya berdasarkan data OJK seperti dikutip Kamis (6/5).
Berdasarkan catatan OJK, penyaluran pinjaman online pada tahun lalu sebesar Rp 155,9 triliun atau tumbuh 91,3 persen (yoy) dibandingkan 2019 sebesar Rp 81,49 triliun. Sedangkan outstanding pinjaman P2P lending tumbuh 16,43 persen yoy dari Rp 13,14 triliun pada 2019 menjadi Rp 15,31 triliun pada 2020.
Pinjaman tersebut telah disalurkan kepada 43,56 juta rekening peminjam atau melonjak 134,59 persen (yoy) dibandingkan jumlah rekening borrower 2019 sebanyak 18,56 juta entitas.
Enrico menuturkan kinerja pinjol itu tak terlepas dari semakin banyak jumlah rekening pemberi pinjaman yang tumbuh 18,32 persen (yoy) menjadi 716.963 entitas atau meningkat dari posisi 605.935 entitas pada 2019.
Baca juga : Indonesia Diperkirakan Keluar dari Resesi pada Kuartal II
Terkait, tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP) 90 hari atau pinjaman bermasalah berada pada level 4,78 persen pada Desember 2020. Meski lebih tinggi dibandingkan 2019 pada posisi 3,65 persen, posisi itu masih dinilai lebih baik dibanding November 2020 pada level 7,18 persen.