Koordinator Dampak Perubahan Iklim dan Bencana Alam, Direktorat Perlindungan Hortikultura, Muhammad Agung Sunusi saat ditemui di lapangan juga menjelaskan bahwa pengukuran gas rumah kaca ini dilakukan secara bertahap.
"Iya, ini kita laksanakan selama lima periode. Sekarang ini adalah periode awal pengukuran. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam (HST), disusul 30 HST, 45 HST dan 60 HST. Dengan demikian pengamatan dan pengambilan sampel terpenuhi,” terangnya.
Di tempat berbeda, Ketua Kelompok Tani Lestari Mulyo, Juari mengapresiasi langkah Kementan ini. Juari menilai bahwa sejauh ini memang petani tidak menyadari jika penggunaan pestisida dan pupuk kimia bisa meningkatkan kadar konsentrasi GRK.
"Alhamdulillah sekarang itu kita dapat ilmu dari Kementan tentang berbudidaya ramah lingkungan. Penggunaan PGPR, Trichodherma, penggunaan liat kuning dan pemanfaatan refugia bisa berdampak pada penurunan efek GRK di sektor hortikultura ini," paparnya.
Petani bawang merah itu juga berpesan kepada seluruh petani di negeri ini untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia. Ada pupuk kandang atau pupuk kompos yang bisa menggantikan. Begitu juga dengan pestisida bisa substitusi dengan likat kuning dan lampu pengusir hama atau light traps.