EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, kondisi yang dialami PT Garuda Indonesia (Persero) merupakan persoalan yang juga dialami seluruh maskapai dunia akibat tekanan pandemi. Erick menyebut, industri penerbangan seluruh dunia terdampak sangat parah akibat penurunan jumlah pergerakan orang selama pandemi.
Erick mencatat jumlah rata-rata kapasitas penumpang di bandara seluruh Indonesia hanya sebanyak 15 persen, setelah sempat naik ke angka 32 persen beberapa waktu lalu. Tak hanya industri penerbangan, moda transportasi lain, seperti kereta api, pun mengalami tekanan serupa yang hanya mampu mencapai 15 persen sampai 20 persen dari total kapasitas.
"Industri penerbangan mau yang punya pemerintah atau swasta sangat teddampak. Tentu, kita tidak boleh menutup diri atau berdiam diri, kita harus melakukan terobosan, harus melakukan perbaikan, tidak mungkin didiamkan," ujar Erick saat jumpa pers di kantor Kementerian BUMN, Rabu (2/6).
Erick menyebut, pemimpin zalim adalah pemimpin yang mendiamkan, pemimpin buruk ialah pemimpin yang tidak melakukan apa-apa. Sementara, pemimpin terbaik ialah pemimpin yang mengambil keputusan dan memperbaiki kesalahannya.
Tak hanya menyiapkan empat opsi strategi dalam menyelamatkan Garuda. Erick mengatakan, manajemen Garuda saat ini juga terus melakukan negosiasi ulang dengan lessor.
"Ingat, ada dua kategori lessor, lessor yang sudah terbukti kerja sama dengan direksi Garuda yang melakukan tindak pidana korupsi, tapi ada juga lessor yang baik. Ketika kita lakukan kerja sama tanpa feedback, tapi itu pun dengan kondisi hari ini kemahalan, jadi kita negosiasi ulang," ujar Erick menambahkan.
Erick mengaku bersyukur dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat menopang Garuda dalam kondisi saat ini. Erick mengatakan, Indonesia memiliki pasar domestik yang besar bagi industri penerbangan mengingat sebagai negara kepulauan.
Hal ini berbeda dengan negara-negara lain, seperti Singapura dan UEA, yang amat bergantung pada pasar penerbangan internasional. "Alhamdulillah, Indonesia negara kepulauan, jadi tidak mungkin orang menuju satu pulau ke pulau lain pakai kereta. Opsinya cuma dua, kapal laut atau penerbangan," ungkap Erick.
Oleh karena itu, Erick mengaku sudah meminta manajemen Garuda untuk memfokuskan diri pada pasar domestik ketimbang penerbangan internasional. Garuda, kata Erick, harus memperbaiki model bisnis ke depan pascapandemi.
"Sudah kita bicarakan pada November-Januari sebelum pandemi kepada direksi, kita sudah bilang fokus domestik. Kita ini bukan bisnis gaya-gayaan, wah terbang ke luar negeri, gaya," ucap Erick.
Erick menilai jumlah penumpang domestik berkontribusi jauh lebih besar ketimbang penumpang mancanegara bagi Garuda. Sebelum pandemi, kata Erick, 78 persen atau Rp 1.400 triliun merupakan kontribusi dari penumpang domestik. Sementara, penumpang mancanegara hanya berkontribusi 22 persen atau Rp 300 triliun.
"Kalau kita berbisnis, jelas ini marketnya," kata Erick.