EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada barang dan jasa. Adapun rencana tersebut tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Berdasarkan rancangan RUU KUP, pemerintah menghapuskan jasa pendidikan dari kategori jasa bebas PPN. “Jenis jasa yang tidak dikenai PPN yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut, g (jasa pendidikan) dihapus seperti pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi; dan pendidikan luar sekolah seperti kursus,” tulis rancangan RUU KUP seperti dikutip Kamis (10/6).
Secara total, pemerintah mengeluarkan 11 jenis jasa dari kategori bebas PPN. Dengan demikian, hanya tersisa enam jenis jasa kategori bebas PPN dari sebelumnya 17 jenis jasa.
Pertama, jasa pelayanan medis. Nantinya, jasa dokter umum, dokter hewan, ahli kesehatan, bidan, hingga rumah sakit dan laboratorium kesehatan akan dihapus dari kategori bebas PPN. Kedua, jasa pelayanan sosial seperti panti asuhan, panti jompo, pemakaman, hingga jasa lembaga rehabilitasi.
Ketiga, jasa pengiriman surat dengan perangko, yakni yang selama ini dilakukan PT Pos Indonesia (Persero). Keempat, jasa keuangan, contohnya seperti jasa penyediaan tempat menyimpan barang dan surat berharga. Kelima, jasa asuransi.
Keenam, jasa pendidikan seperti pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi; dan pendidikan luar sekolah seperti kursus. Ketujuh, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi. Kedelapan, jasa angkutan umum di darat, air, dan udara dalam dan luar negeri.
Kesembilan, jasa tenaga kerja seperti jasa penyediaan asisten rumah tangga. Kesepuluh, jasa telepon umum yang menggunakan uang logam. Terakhir kesebelas adalah jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Adapun tarifnya, pemerintah saat ini juga berencana untuk menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen."Tarif PPN adalah 12 persen," tulis Pasal 7 ayat 1 draft RUU KUP.
Pada kategori barang, ada dua kelompok yang akan dihapus dari kategori bebas PPN. Keduanya yaitu hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk batu bara; dan barang kebutuhan pokok.
"Jenis barang yang tidak dikenai PPN yakni barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut (hasil pertambangan dan kebutuhan pokok) dihapus," tulis Pasal 4A ayat 2a dan 2b draf RUU KUP.
Berdasarkan aturan yang ada saat ini, barang yang kategori bebas PPN terhadap kelompok hasil tambang di antaranya minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, hingga bauksit.
Sedangkan kategori kebutuhan pokok yang saat ini masih bebas PPN di antaranya segala jenis beras, jagung, sagu, kedelai, garam, gula, tepung, telur, daging segar maupun beku, buah, sayur, umbi, hingga bumbu masak.
Selain itu, pemerintah juga akan menetapkan tarif PPN nol persen terhadap ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.
"Sebagaimana yang disebutkan pada ayat 1 tersebut, dapat diubah menjadi paling rendah lima persen dan paling tinggi 15 persen," tulis draf tersebut.