EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan, pandemi telah meningkatkan defisi dan utang pemerintah melampaui rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF).
Hal ini disampaikan BPK dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 Sidang Paripurna di Jakarta, Selasa (22/6).
"Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan Penerimaan Negara, sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang." ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna.
Berdasarkan penilaian BPK, pandemi Covid-19 meningkatkan defisit, utang, dan SILPA yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal.
Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tetapi trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah.
"Di samping itu, mulai 2023 besaran rasio defisit terhadap PDB dibatasi paling tinggi 3 persen." kata Agung.
Ia memaparkan, indikator kerentanan utang Tahun 2020 melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR), yaitu:
- Rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 - 35 persen.
- Rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6 - 6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7 - 10 persen.
- Rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92 - 167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90 - 150 persen.
"Indikator kesinambungan fiskal 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 – Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen," kata Agung.
Selain itu, BPK menilai, pengelolaan risiko fiskal pemerintah belum memperhitungkan beban fiskal terkait kewajiban program pensiun jangka panjang, kewajiban dari putusan hukum yang sudah incraht, kewajiban penjaminan sosial, kewajiban kontingensi dari BUMN, dan risiko Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam pembangunan infrastruktur.