Sabtu 26 Jun 2021 12:35 WIB

Eks Menko: Krisis Pandemi tak Separah Krisis Era BJ Habibie

Dipo Alam: Legacy Habibie kembangkan situasi keagamaan berimbang dan mempersatukan.

Red: Erik Purnama Putra
Eks Menko Perekonomian, Laksdya (Purn) Ginanjar Kartasasmita.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Eks Menko Perekonomian, Laksdya (Purn) Ginanjar Kartasasmita.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Eks Menteri Koordinator Perekonomian, Prof Ginandjar Kartasasmita menuturkan, jasa terbesar Presiden ke-3 RI BJ Habibie, yang dilupakan orang adalah menyelesaikan krisis ekonomi tahun 1998. Karena itu, kata dia, Habibie bukan hanya berhasil sebagai ekonom dan teknolog saja.

Ginanjar pun membandingkan kepiawaian Habibie mengatasi kriris 1998. Dia mengakui, krisis akibat pandemi Covid-19 sekarang ini merupakan yang pertama kali dihadapi Indonesia sejak merdeka.

"Tetapi dari sisi ekonomi tidak separah krisis ekonomi 1998 waktu itu. Nilai tukar rupiah dari Rp 2.400 per satu dolar AS (Juni 1997) menjadi Rp 16 ribu (Juli 1998)," kata Ginanjar dalam webinar LP3ES: Memperingati 85 Tahun BJ Habibie bertema 'Masa Depan Demokrasi dan Tekno-Ekonomi di Tengah Pandemi' di Jakarta, Jumat (25/6).

Menurut Ginanjar, sektor perdesaan justru yang menjadi pendukung perekonomian selama krisis ekonomi 1998. Dia mengaku, diminta Habibie menjadi Menko Perekonomian sekaligus Kepala Bappenas. Ada lima strategi pemulihan ekonomi yang diambil pada masa pemerintahan singkat Habibie (1998-1999).

"Kebijakan pemberian bansos adalah pertama kali diberikan pada masa kepemimpinan Pak Habibie, yang harus memanfaatkan hasil daerah setempat," kata Ginanjar.

Pensiunan bintang tiga TNI AU tersebut menegaskan, hasil kebijakan Habibie yang terlihat dari perubahan positif yang signifikan, yaitu tingkat inflasi bulanan, yang maksimal 12,7 persen pada Februari 1998. Setelah itu, angka inflasi turun terus sampai di bawah satu persen.

Ginanjar menambahkan, tingkat kemiskinan juga memiliki kecenderungan turun. Bank Indonesia juga tidak dibolehkan membantu bank korporasi, seperti kasus BLBI. Krisis ekonomi 1998. sambung dia, juga mengubah sistem otoriter menjadi demokrasi, dan sistem sentralisis menjadi desentralisasi.

"Dijaminkannya kebebasan pers. Ini semua terjadi dalam waktu 1,5 tahun kepemimipinan Pak Habibie, di mana semuanya dilakukan melalui pengeluaran undang-undang (UU). Telah dihasilkan 64 UU di bidang ekonomi, politik, hukum, dan HAM," kata Ginanjar.

Sementara itu, eks Sekretaris Kabinet (Seskab), Dr Dipo Alam mencatat, krisis di Indonesia pascagejolak reformasi dapat diatasi oleh Habibie secara cepat dalam waktu 517 hari. Dia memuji Habibie yang dalam beberapa hal, memang cepat dan konsisten.

"Terdapat lima legacy dari era kepemimpinan BJH yang perlu menjadi teladan. Pertama, membuka ruang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan Indonesia. Kedua, memperbaiki perekonomian secara cepat," kata Seskab era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.

"Ketiga, membangun SDM Indonesia. Keempat, membangun demokrasi. Kelima, mengembangkan situasi keagamaan yang berimbang dan mempersatukan, bukan yang membelah persatuan," kata Dipo melanjutkan.

Selain itu, kata Dipo, keberhasilan Habibie membangun Indonesia tidak akan terjadi jika lulusan kampus Jerman tersbeut tidak memiliki kepemimpinan yang kuat, efektif, modern, dan demokratis. Dengan gaya kepemimpinan itu, menurut Dipo, Habibie sanggup mengatasi krisis dengan cepat.

"Pandangan BJH tentang SDM sejalan dengan rekam jejak masa Orde Baru ketika orba dengan memanfaatkan oil boom ketika itu berhasil membangun sekolah dasar (SD) Inpres, peskesmas secara masif di Indonesia. Pembangunan SD Inpres di Indonesia mendapat pujian dunia karena merupakan program pembangunan sekolah dasar yang terbesar di dunia di kalangan penduduk pedesaan dan perkotaan," ucap Dipo.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement