Ketua Perhimpunan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI), Riyanto Sofyan menyampaikan perkembangan wisata halal Indonesia masih perlu terus didukung semua pihak. Dukungan dari pemerintah juga perlu kembali diperkuat dari sisi kebijakan dan kelembagaan.
"Potensi kita sangat besar dan sudah menjadi fakta, sehingga pengembangan industrinya perlu didukung menyesuaikan dengan parameter yang ada," katanya pada Republika.
PPHI dan industri sebelumnya telah menyusun banyak standar operasional. Nomenklatur pengembangannya masih perlu disahkan menjadi regulasi untuk bisa diikuti. Saat parameter secara kelembagaan ini disahkan maka pengembangannya bisa berkelanjutan.
Hal ini karena sisi kelembagaan dalam mengembangkan wisata halal akan menunjuk pejabat yang bertanggung jawab, diikuti nomenklatur, program kerja, hingga penilaian terhadap kinerjanya. Riyanto mengatakan Indonesia punya pasar yang jelas sangat besar dan harus digarap.
"Dalam kerangka itu maka industri dapat mengikuti, karena tersedianya infrastruktur dan ekosistem," katanya.
Saat ini, regulasi terkait wisata halal sangat minim. Pada 2014 sempat ada pedoman hotel syariah namun kemudian dianulir. Pada 2019 saat Indonesia menduduki GMTI posisi pertama, perangkat kelembagaan tersebut sudah mulai dibangun namun belum cukup kuat untuk berlanjut.
PPHI saat itu telah menyusun pedoman penyelenggaraan wisata halal. Seperti untuk pengembangan destinasi, parameter yang dikembangkan, desain strategis rencana aksi, standar pedoman usaha mulai dari hotel, biro perjalanan, spa, restoran, hingga standar pengembangan sumber daya manusia.
"Saat pandemi ini, kita juga coba kembangkan untuk industri bisa survive dulu," katanya.
Penyusunan langkah strategis juga diupayakan untuk menyesuaikan dengan parameter GMTI. Ia berharap langkah tersebut bisa didukung oleh semua pihak, termasuk pemerintah. Upaya penguatan sisi supply dan demand ini sangat perlu adaptasi, inovasi, dan kolaborasi, juga penyesuaian produk dan layanan sesuai kondisi saat ini.