PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyatakan saat ini nasabah tak lagi mengandalkan ATM untuk melakukan transaksi. Pada kuartal pertama 2021, transaksi ATM sebesar Rp 200 triliun lebih kecil dari transaksi pada aplikasi sebesar Rp 341 triliun.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan mengatakan salah satu tren yang dipercepat karena adanya pandemi dan masyarakat yang tetap di rumah memiliki pola yang berubah. Maka itu, Bank Mandiri tak hanya berinvestasi terhadap aplikasi.
"Tren menunjukkan behaviour tak lagi menggunakan ATM, nasabah nyaman menggunakan aplikasi online," kata Panji.
Meski begitu, sebagai upaya terus meningkatkan kenyamanan nasabah, Bank Mandiri telah menarik sebanyak lima ribu ATM yang berusia tua, sehingga saat ini, ATM yang tersedia dan dimiliki oleh Bank Mandiri memiliki performa yang mumpuni karena usianya yang masih muda.
Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai transaksi layanan perbankan secara digital cukup signifikan pengaruh perubahan gaya transaksi nasabah bank selama pandemi. Tercatat rata-rata kenaikan internet banking mulai dari 120 persen sampai 600 persen karena kebutuhan akses layanan digital yang tinggi.
“Akibat cepatnya perubahan gaya transaksi ke digital membuat bank terpaksa menutup kantor cabangnya. Ada 1.000 kantor cabang bank yang tutup pada 2020 karena efek digitalisasi perbankan,” ucapnya.
Menurut Bhima faktor yang memengaruhi karena masyarakat selama masa pandemi lebih banyak di rumah, sehingga tingkat pemanfaatan internetnya naik.
“Belanja online naik signifikan, kemudian disusul oleh penggunaan jasa pesan antar makanan online,” ucapnya.
Dari data Digital Report 2021, Indonesia negara tertinggi yang menggunakan online food delivery /jasa pesan antar makanan di dunia tercatat sebanyak 74 persen penduduk dewasa menggunakan jasa food delivery satu bulan terakhir termasuk top up saldo e-wallet juga menggunakan aplikasi internet banking.
“Alasan utama masyarakat menggunakan fasilitas digitalisasi perbankan karena pertama trust atau kepercayaan yang makin tinggi bertransaksi secara online. Kedua mengurangi risiko tertular virus saat melakukan transaksi manual/ konvensional. Ketiga jaringan internet yang semakin luas. Keempat transaksi dapat real time selama 24 jam bahkan hari libur tanpa menunggu kantor cabang bank buka,” ungkapnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis peta jalan pengembangan perbankan nasional 2020-2025, yang mengatur soal digitalisasi perbankan.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat menjelaskan pandemi telah mendorong transaksi dan layanan keuangan secara digital dan virtual di Indonesia.
“Perkembangan tersebut mendorong otoritas pengawas keuangan untuk mempercepat transformasi digitalisasi perbankan Indonesia, menempatkannya sebagai prioritas terpenting kedua yang harus dijalankan dalam peta pengembangan industri,” ucapnya.
Menurutnya kondisi ini menuntut adanya transformasi struktural, antara lain melalui akselerasi layanan digital. Hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperkuat oleh bank, baik jangka pendek, melakukan konsolidasi atau jangka panjang transformasi struktural.
“Roadmap tersebut bisa menjadi pijakan pengembangan ekosistem perbankan, serta memberikan arah mengatasi tantangan perbankan ke depan, sehingga bisa berkontribusi optimal terhadap perekonomian nasional,” ucapnya.