EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan menyatakan tengah menjajaki skema imbal dagang business to business (B-to-B) atau barter dengan 10 negara. Skema itu diyakini dapat meningkatkan kinerja ekspor nasional sekaligus menghemat devisa negara sistem perdagangan dilakukan dengan cara pertukaran barang yang senilai.
Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag, Marthin, mengatakan, pemerintah telah menawarkan skema tersebut kepada 35 negara. Namun, dari 35 negara tersebut, terdapat 10 negara yang memiliki keinginan kuat untuk membuka kerja sama imbal dagang dengan Indonesia.
Ke-10 negara tersebut di antaranya, Meksiko, Italia, Perancis, Belanda, Jerman, Turki, Kenya, Rusia, Afghanistan, dan Filipina. "Mereka menyambut baik penjajakan tersebut dan memberikan respons positif untuk melakukan pembahasan teknis," kata Marthin dalam webinar, Kamis (29/7).
Adapun dari 10 negara tersebut, baru Meksiko yang sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Indonesia skema imbal dagang B-to-B pada 2 Juli 2021 lalu. Adapun dari pihak Indonesia, pemerintah mengutus PT Perusahaan Perdagangan Indonesia sebagai badan pelaksana yang akan mengatur dan menjalankan teknis imbal dagang dengan Meksiko.
Indonesia, kata Marthin, menyiapkan pupuk urea, pupuk batu bara, arang batok kelapa dan rempah-rempah sementara Meksiko akan mengekspor minyak kanola, minyak bunga matahari, dan wijen ke Indonesia. Diharapkan, kerja sama itu akan diimplementasikan dalam waktu dekat. "Tentu kita perlu jumlah besar, tetapi bagi kami jalan dulu sebesar apapun nanti," ujar Marthin.
Selain Meksiko, pemerintah juga juga sedang merencanakan penandatanganan kerja sama dengan Rusia dan Jerman yang diharapkan terlaksana paling lambat akhir Agustus. Marthin mengatakan, hal penting untuk bisa tercapai kesepakatan ada pada diskusi mekanisme pembiayaan dan kontrak kedua negara.
Marthin pun menjelaskan, sasaran pemerintah dalam melakukan skema imbal dagang yakni untuk peningkatan ekspor diluar ekspor yang selama ini sudah berjalan. Selain itu, penghematan devisa bisa diperoleh karena tak perlu mentransfer uang ke luar negeri dengan skema yang disepakati.
Pemerintah, kata Marthin, sudah memiliki payung hukum yakni dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2021 sebagai aturan teknis. Namun, menurutnya perlu ada penguatan payung hukum dalam penerapan imbal dagang untuk bisa mengoptimalisasi potensi yang ada.