EKBIS.CO, JAKARTA-- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan industri asuransi syariah termasuk sektor yang terdampak cukup besar selama masa pandemi Covid-19. Wapres mengungkap, meskipun asset industri asuransi tetap tumbuh sebesar 6,07 persen pada tahun 2020, dan semester hingga Mei 2021 tumbuh sebesar 4,15 persen.
Namun, pangsa aset asuransi syariah terhadap industri asuransi nasional masih sangat rendah yaitu baru 2,83 persen dengan jumlah asset sebesar Rp 42,78 triliun pada Mei 2021.
"Porsi ini mengecil dibandingkan bulan Desember 2019, dengan aset sebesar Rp.45,45 triliun, dengan pangsa 3,3 persen. Hal ini menunjukkan industri asuransi syariah cukup terdampak selama masa pandemi," ujar Wapres di acara peringatan milad ke-18 Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) yang digelar secara virtual, Sabtu (14/8).
Wapres mengatakan, penurunan cukup besar terutama pada sektor asuransi jiwa, yakni minus 8,21 persen pada Mei 2021 terhadap Desember 2019. Selain itu juga, angka penetrasi asuransi syariah terhadap PDB juga masih sangat kecil yaitu 0,145 persen pada Mei 2021.
Angka ini lanjut Wapres, masih jauh dari penetrasi industri asuransi nasional sebesar 3,03 persen. Sementara angka densitas atau premi per kapita asuransi syariah sebesar Rp 83.900 per bulan, masih lebih kecil dibandingkan densitas industri asuransi konvensional Rp 145 ribu per bulan.
Karena itu, Wapres mendorong berbagai upaya agar industri asuransi syariah terus berkembang. Wapres juga optimistis industri asuransi memiliki kontribusi signifikan terhadap Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Hal ini merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan Mei 2021, jumlah asset industri asuransi nasional sebesar Rp.1.547 triliun atau 56 persen dari total asset IKNB.
"Apalagi dengan 270 juta penduduk Indonesia dan porsi kelas menengah yang cukup besar, potensi pasar asuransi nasional, khususnya asuransi syariah, masih sangat besar untuk terus bertumbuh," kata Wapres.
Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah itu mengingatkan perlunya membangun kepercayaan masyarakat sebagai kunci dari industri asuransi. Karenanya, industri asuransi harus selalu mengedepankan Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik.
Menurutnya, membangun kepercayaan masyarakat dimulai dari agen-agen asuransi yang profesional, jelas, jujur, dan transparan terhadap produk-produk asuransi. Selain itu, perusahaan asuransi juga harus mengambil peran dalam meningkatkan literasi masyarakat tentang asuransi termasuk literasi tentang asuransi syariah.
"Selanjutnya pengelolaan dana oleh perusahaan melalui investasi juga harus dilakukan secara cerdas tapi juga prudent, penuh kehati-hatian sehingga dapat memperkuat citra positif industri asuransi dalam jangka panjang," ungkapnya.