EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan pentingnya reformasi struktural dalam mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di tengah krisis akibat pandemi Covid-19. Reformasi struktural dilanjutkan, salah satunya melalui prosedur kemudahan perizinan bisnis.
Dalam upaya diseminasi informasi kepada Duta Besar Asing dan Perwakilan Kantor Dagang Asing di Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri menyelenggarakan webinar dengan topik 'Risk Based Approach Business Licensing Process, Investment Priority List and the Online Single Submission (OSS) System'. Webinar digelar pada Jumat (20/8).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Keynote Speech dalam webinar itu. “Indonesia berkomitmen memperbaiki daya saing dan iklim investasi, melalui reformasi struktural dengan menggabungkan 76 aturan menjadi satu melalui sistem Omnibus Law dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” tuturnya.
UU Cipta Kerja merupakan sebuah aturan yang menyederhanakan prosedur perizinan bisnis, menyediakan perlindungan lingkungan lebih baik, serta membuat perubahan dalam peraturan ketenagakerjaan yang sudah ada.
Sebagai bagian dari proses transformasi ekonomi secara keseluruhan, UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya bertujuan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan investasi. UU Cipta Kerja juga diakui oleh Bank Dunia sebagai program reformasi ekonomi yang sangat positif yang pernah diciptakan Indonesia dalam empat dekade terakhir.
"Guna melengkapi implementasi UU Cipta Kerja tersebut, pendaftaran digital dan prosedur perizinan juga dibuat lebih mudah dengan diluncurkannya versi OSS terbaru yang dibangun berdasarkan Risk Based Approach (RBA), dan dari Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Daftar Positif Investasi (DPI). OSS yang berbasis risiko adalah bentuk reformasi yang sangat signifikan dalam sektor perizinan bisnis atau usaha, di mana sistem daring dipadukan dengan pendekatan berbasis risiko usaha," ujarnya.
Menko Airlangga menerangkan, dalam sistem ini, jenis perizinan akan disesuaikan berdasarkan level risiko masing-masing usaha. Misalnya prosedur perizinan UMKM berbeda dengan bisnis besar.
"Untuk UMKM ataupun bisnis lain yang berisiko rendah di sektor swasta hanya membutuhan Nomor Induk Berusaha (NIB) dari OSS untuk mulai bisnisnya tersebut. Untuk risiko menengah, Sertifikat Standar diperlukan untuk melengkapi NIB. Semua perizinan diberikan dalam sebuah sistem OSS terintegrasi, sehingga prosesnya sangat transparan, lebih mudah, cepat, dan kredibel," jelasnya.
Pemerintah berkomitmen mengimplementasikan dan mengawasi pelaksanaan OSS versi baru ke depannya. Hal ini merupakan salah satu instrumen penting untuk menarik investasi lebih besar lagi ke dalam negeri.
“Kami berharap dengan diluncurkannya OSS berbasis risiko akan meningkatkan iklim investasi dan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Jika investasi meningkat pada ujungnya diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas juga,” jelas Airlangga.
Pemerintah juga telah mengeluarkan Daftar Prioritas Investasi (DPI) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Aturan ini berisi tentang DPI yang fokus memberikan daftar lapangan usaha atau bisnis prioritas, termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN), teknologi terkini, industri perintis, industri berorientasi ekspor, serta penelitian dan pengembangan.
Investor yang berinvestasi dalam sektor prioritas akan mendapatkan insentif fiskal dan non fiskal. Dari sisi fiskal, insentif dapat berupa investment allowance, super deduksi, atau pembebasan bea masuk.
Sedangkan dari sisi non fiskal berupa kemudahan perizinan bisnis atau usaha, kemudahan perizinan untuk implementasi kegiatan usaha, disediakan infrastruktur pendukung usaha, serta diberikan jaminan untuk ketersediaan bahan bakar atau energi dan bahan baku mentah.
Pemerintah juga mendirikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) untuk meningkatkan, memprioritaskan, dan mengoptimalkan investasi jangka panjang yang akan dapat mendukung pembangunan berkelanjutan.
“Pemerintah sudah mengalokasikan 1 miliar dolar AS di 2020 sebagai modal awal LPI. Kemudian akan menambah sebesar 4 miliar dolar AS pada ini untuk mengoptimalkan peran LPI. Saat ini, juga ada Sovereign Wealth Fund (SWF) sekitar US$3 miliar dari tiga negara yaitu Belanda, Kanada, dan Uni Emirat Arab (yang sudah masuk ke LPI),” ujarnya.
Kemenko Perekonomian sebagai penyelenggara webinar juga menerima masukan dari para pelaku usaha yang hadir melalui survei yang dibagikan secara digital dan nantinya akan dijadikan bahan masukan dalam rangka penyempurnaan kebijakan ke depannya. Kegiatan kali ini merupakan bagian dari Webinar Series yang akan dilakukan Kemenko Perekonomian yang ditujukan kepada kalangan pemerintah, bisnis serta pengusaha mitra negara asing agar mendapatkan informasi dan pemahaman aktual mengenai kondisi perekonomian Indonesia dan berbagai langkah yang dilakukan demi mendorong kemitraan dan kerja sama ekonomi lebih luas.