Sementara itu, Direktur Center of Information and Development Studies (CIDES), Umar Juoro menambahkan Bank Sentral yang semakin digital tentu memerlukan peran analisis Badan Supervisi Bank Indonesia untuk merumuskan sebuah kebijakan. Umar yang juga Mantan Ketua BSBI ini menilai peran Badan Supervisi masih sangat dibutuhkan pada masa digital seperti sekarang ini.
“BSBI itu sifatnya kan tidak ikut dalam kebijakan, tetapi lebih ke analisis. Dengan yang ada sekarang, lembaga seperti BSBI sangat diperlukan untuk partner Bank Indonesia,” ucapnya.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, lembaga BSBI bisa lebih kontributif mengenai digitalisasi bank sentral dan uang digital yang sedang digarap Bank Indonesia di antaranya, BSBI bisa fokus pada analisis risk management berbasis data, pemanfaatan Big Data, dan Artificial Intelligence (AI) yang semakin dibutuhkan di zaman digital.
Menurut Umar, uang digital Bank Indonesia membutuhkan sebuah kerangka hukum yang memberikan kewenangan Bank Indonesia untuk menerbitkan uang digital. Seperti diketahui, uang digital BI adalah rupiah digital yang denominasi nilainya bisa saja sama dengan uang kertas, atau dengan nilai tertentu yang sepenuhnya dapat dipertukarkan dengan uang kertas (fully convertible).
“Nantinya BI menjadi penerbit uang kertas (termasuk logam) atau MI (uang dalam sirkulasi), dan uang digital masuk dalam M2 dan M3,” terang Umar.
Selain itu, uang digital Bank Indonesia juga dapat dipergunakan untuk bertransaksi sebagaimana uang kertas. Adapun uang digital Bank Digital juga mendapatkan suku bunga (interest bearing) dan dipergunakan dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan.
“Uang digital BI semestinya hanya dipergunakan di dalam yurisdiksi Indonesia saja, seperti juga uang kertas,” ucapnya.