EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah menyebut beban biaya utang pada tahun ini berkurang. Hal ini disebabkan adanya bantuan tanggungan bunga dari Bank Indonesia melalui penambahan pembelian surat berharga negara (SBN) pada tahun ini.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan pihaknya belum merinci pengurangan total beban biaya bunga utang. Hanya saja, pembebasan bunga utang yang akan diterima dari penjualan SBN sebesar Rp 58 triliun kepada Bank Indonesia.
"Pada kluster A, seluruh biaya bunga akan ditanggung oleh BI. Itu bentuk kontribusi BI, jumlahnya utang yang dibeli Rp 58 triliun," ujarnya berdasarkan data APBN KiTA seperti dikutip Kamis (26/8).
Luky menjelaskan Bank Indonesia (BI) juga akan membeli SBN senilai Rp 157 triliun yang masuk dalam kesepakatan klaster B. Namun, tak seperti kluster A yang bunga utangnya ditanggung Bank Indonesia, kali ini pemerintah harus menanggung sendiri beban bunga utang dari pembelian utang pada klaster B.
Namun Luky meyakini tanggungan bunga utang ini tetap bisa lebih ringan dibanding pemerintah menjual surat utang ke pasar. Sebab, kesepakatan dengan Bank Indonesia bahwa besaran bunga utang mengacu pada besaran bunga acuan BI (BI Rate) tiga bulanan.
"Tentu saja dengan BI Rate tiga bulan lebih rendah daripada market rate. Itu terdapat penghematan biaya bunga bagi pemerintah," jelasnya.
Pemerintah telah mendapatkan pembiayaan utang sebesar Rp 468,1 triliun sepanjang Januari sampai Juli 2021. Adapun realisasinya sudah memenuhi 39,8 triliun dari target pembiayaan utang sebesar Rp 1.177,4 triliun sampai akhir tahun ini dan realisasi pembiayaan utang berasal dari penerbitan SBN senilai Rp 487,4 triliun dan pinjaman Rp 19,4 triliun.
Jika ditotalkan, Bank Indonesia (BI) akan membeli SBN sebesar Rp 215 triliun pada 2021. Adapun pembelian juga akan dilakukan lagi pada 2022 sebesar Rp 224 triliun.
"Ini bentuk kepedulian dan inisiatif dari BI dengan tetap mereka memperhatikan kapasitas kemampuan keuangan dari BI itu sendiri. Jadi mereka sudah melihat berapa dampaknya ke neraca mereka dan keuangan BI," ungkapnya.
Di luar rencana pembelian SBN oleh Bank Indonesia, menurutnya, pemerintah berencana menjual surat utang ke pasar umum.
“Kami rencana masih ada delapan lelang surat utang negara (SUN) sampai akhir tahun ini,” ucapnya.
Kemudian, ada juga rencana lelang empat surat berharga syariah negara (SBSN) dan satu lelang SBN berdenominasi valuta asing (valas). Tak ketinggalan, ada juga rencana penerbitan tiga SBN ritel.
"Penerbitan SBN ritel sebanyak tiga kali penerbitan sukuk ritel, ORI, dan sukuk tabungan," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menambahkan pemerintah telah menarik utang baru sebesar Rp 468,1 triliun pada Juli 2021. Angka tersebut sudah mencapai 39,8 persen dari target keseluruhan tahun ini Rp 1.177,4 triliun.
Realisasi pembiayaan utang turun 9,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 518 triliun. Secara rinci, pembiayaan utang terdiri dari penerbitan SBN sebesar Rp 487,4 triliun atau turun 5,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan sudah memenuhi 40,4 persen dari target penerbitan SBN sebesar Rp 1.207,3 triliun.
Selanjutnya, pinjaman secara neto sebesar Rp 19,4 triliun. Angka ini sudah mencapai 64,8 persen dari target APBN yang sebesar Rp 29,9 triliun. Sedangkan pembiayaan investasi sebesar Rp 26,3 triliun atau naik 194,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Realisasi pembiayaan dalam lima bulan pertama tersebut didominasi oleh penerbitan utang melalui SBN dan sebagian kecil dari pinjaman dalam dan atau luar negeri,” ucapnya.
Kemudian pemberian pinjaman sudah terealisasi sebesar Rp 1,6 triliun atau sudah memenuhi pagu 354,4 persen dengan pertumbuhan 10,5 persen. Pembiayaan lainnya sebesar Rp 26,7 triliun miliar atau sudah memenuhi 169,5 persen terhadap pagu APBN Rp 15,8 triliun atau tumbuh 15.915,1 persen.
Dengan begitu, total pembiayaan anggaran sampai Mei sebesar Rp 447,8 triliun atau 44,5 persen dari target pembiayaan mencapai Rp 1.006,4 triliun. Pembiayaan umumnya dipenuhi dari pembelian SBN oleh Bank Indonesia sebesar Rp 136,01 triliun.
Sri Mulyani melanjutkan pembiayaan utang diperlukan pemerintah untuk menopang kebutuhan dari pembiayaan non utang, termasuk investasi. Hal ini sejalan upaya pemerintah untuk menutup defisit anggaran tahun ini sebesar 5,7 persen atau setara Rp 1006,4 triliun.
"Pembiayaan utang untuk menutup defisit APBN, seiring upaya akselerasi pemulihan ekonomi dampak pandemi," ucapnya.