EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatatkan sejak 2019 telah melaksanakan sebanyak 66 kali sosialisasi super deductible tax kepada pelaku usaha. Hal ini menyusul adanya PMK Nomor 128 Tahun 2019 agar pelaku usaha mendapatkan insentif pajak ini agar meminimalisir risiko.
Kasi Peraturan PPh Badan II DJP Dwi Setyobudi mengatakan pelaku usaha di beberapa daerah telah memiliki perjanjian kerja sama dengan berbagai lembaga vokasi tetapi belum mengusulkan untuk mendapatkan insentif pajak super deduction. “Memang belum semua tercover. Jadi, kami terbuka semisal ada yang mengajukan sosialisasi, nanti bisa kami back up. Jadi kami himbau wajib pajak agar tidak ragu melakukan amandemen perjanjian kerja sama agar sesuai dengan PMK Nomor 128 Tahun 2019, hanya mengklaim biaya dari program vokasi yang dijalankan,” ujarnya saat webinar seperti dikutip Jumat (17/9).
Dwi menjelaskan pelaku industri yang ingin mendapatkan insentif pajak super deduction bisa mengusulkan melalui sistem online single submission (OSS) tanpa perlu datang langsung ke kantor DJP. “Sebelum mengajukan untuk mendapatkan insentif pajak super deduction, pelaku usaha harus harus membuat kontrak kerja sama dengan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) atau sekolah vokasi," jelasnya.
Adapun kontrak kerja sama tersebut setidaknya harus berisi perkiraan jumlah peserta, jumlah pegawai atau pihak lain yang terlibat dalam program vokasi, dan jumlah biaya. Selanjutnya pelaku industri bisa memberitahukan kepada sistem OSS dengan melampirkan perjanjian kerja sama yang telah dibuat dan surat keterangan fiskal (SKF) dari wajib pajak (WP).
“Setelah data yang disampaikan benar dan lengkap, pelaku industri akan mendapatkan notifikasi eligibilitas dalam waktu sekitar tiga hari,” ucapnya.
Baca juga : Resmi Merger, Nilai Transaksi Indosat dan Tri Capai Rp 85 T
Setelah program vokasi dilaksanakan, Dwi juga menjelaskan pelaku industri mesti melaporkan biaya yang dikeluarkan program tersebut dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak tahunan. Dia memastikan DJP tidak akan melakukan pemeriksaan yang merepotkan wajib pajak pengusul insentif pajak super deduction.
“Kalau di DJP, pemeriksaan dilakukan karena sebab tertentu, misalnya lebih bayar atau rugi terus-menerus. Itu pun dilakukan secara berjenjang, artinya melalui tim audit,” ucapnya.
Menurutnya sebesar 100 persen dari biaya praktik kerja, pemagangan, dan pembelajaran untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan perusahaan akan digunakan untuk mengurangi penghasilan bruto perusahaan. “Pelaku industri juga bisa mendapatkan tambahan pengurangan penghasilan bruto hingga maksimal 100 persen dari biaya tersebut.
Biaya yang dimaksud di sini berupa fasilitas fisik seperti tempat pelatihan, biaya untuk infrastruktur, barang ain yang dibutuhkan saat pelatihan, honorarium untuk siswa, dan biaya sertifikasi kompetensi siswa,” ucapnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Yulius menambahkan pemerintah daerah turut dalam sosialisasi insentif pajak super deductible. Adapun program vokasi yang dilaksanakan pelaku industri dengan memanfaatkan super deduction tax baru berjalan di 13 provinsi, yaitu Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kepulauan Riau, Riau, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, dan Bengkulu dengan 42.015 peserta.
Baca juga : Islamofobia dan Dakwah Ala Mohamed Salah di Masa Kini
“Pemda bisa menjadi fasilitator bagi SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan pelaku industri yang sudah terjalin kerja sama untuk melakukan sosialisasi terkait super deductible tax,” katanya.
Apabila pemda belum mengetahui garis besar dari aturan terkait insentif ini, menurutnya, pemerintah daerah bisa menggandeng Direktorat Jenderal Pajak maupun kementerian dan lembaga lain untuk menerangkan secara detail. “Diharapkan dengan begini, akan semakin banyak pelaku industri yang tertarik menyelenggarakan program vokasi,” ucapnya.