EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Kontribusinya mencapai 57,24 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop), sebanyak 99,99 persen dari total pelaku usaha atau setara 64 juta pelaku usaha berasal dari UMKM. Menyerap tenaga kerja sangat besar, mencapai 117 juta orang atau 97 persen dari total tenaga kerja.
Mempertimbangkan besarnya peran UMKM tersebut, kata Wimboh, OJK mengeluarkan kebijakan preemptive agar UMKM dapat bertahan pada masa pandemi. Hal itu melalui Peraturan OJK (POJK) 11 dan 48 tahun 2020. Kebijakan itu telah membantu 5,3 juta debitur UMKM dengan nominal kredit Rp 332 triliun pada awal pandemi atau Juli 2020. Saat ini sudah semakin menurun menjadi 3,58 juta debitur dengan nominal Rp 285 triliun.
"OJK juga mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong pengembangan sektor UMKM dengan menyatukan proses dari hulu ke hilir secara terintegrasi dalam satu ekosistem digital. Antara lain pertama, memperluas akses keuangan melalui pembentukan skema KUR Klaster, saat ini telah berjalan adalah Kartu Petani Berjaya (Lampung), KUR Klaster Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, dan KUR Klaster Jaring (Malang)," ujar Wimboh dalam Webinar Business Matching Digitalisasi Pembiayaan untuk UMKM, Sabtu (18/9).
OJK, lanjutnya, juga telah mengidentifikasi 186 klaster potensial di seluruh Indonesia dengan lebih dari 100 jenis usaha UMKM di berbagai subsektor ekonomi. Di antaranya pertanian, perikanan, dan peternakan yang merupakan sektor sasaran KUR khusus, serta usaha pakaian, kerajinan, dan makanan.
Kedua, kata dia, mengembangkan Bank Wakaf Mikro (BWM) berbasis digital demi mendukung pembiayaan UMKM melalui disertai pendampingan. Per September 2021, telah berdiri 61 BWM yang telah dirasakan manfaatnya oleh 47,6 ribu nasabah dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp 72 miliar.
Ketiga, membuka akses pembiayaan UMKM melalui pendekatan P2P Lending dan Security Crowdfunding (SCF). "Hadirnya Fintech ini memberikan alternatif sumber pendanaan yang cepat, mudah, dan terjangkau,khususnya bagi kalangan generasi muda dan UMKM yang belum bankable," tuturnya.
Kemudian, lanjut dia, membangun platform pemasaran UMKM secara digital melalui Platform UMKM MU. Tidak hanya sebagai tempat memasarkan produk unggulan UMKM dari seluruh daerah, platform UMKM MU juga merupakan media meningkatkan literasi digital para pelaku UMKM guna meningkatkan jumlah UMKM yang on boarding ke platform e-commerce. Saat ini terdaftar 1.125 UMKM dengan 1.412 kurasi Produk Unggulan di platform UMKM.
Wimboh mengatakan, UMKM pun Melakukan kerja sama dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) untuk perluasan inklusi keuangan di daerah-daerah. Sampai 15 September 2021, telah dibentuk 289 TPAKD yang terdiri dari 34 TPAKD tingkat provinsi dan 255 TPAKD tingkat kabupaten/kota.
Lalu memperluas program kredit atau pembiayaan melawan rentenir (K/PMR) yang diberikan oleh Lembaga Jasa Keuangan kepada pelaku UMKM dengan proses cepat, mudah, dan berbiaya rendah. Tujuannya mengurangi ketergantungan atau pengaruh pada entitas kredit informal atau ilegal. Sampai kuartal II 2021, telah terdapat 50 TPAKD dengan 64 skema program K/PMR yang mengimplementasikan penyaluran kepada 104.645 debitur dengan total nominal penyaluran sebesar Rp 966,58 miliar.
"OJK turut Mengimplementasikan program kerja Business Matching oleh Kantor Regional/Kantor OJK untuk mempertemukan UMKM dengan sumber pembiayaan dari lembaga jasa keuangan. Pada 2020, realisasi implementasi program Business Matching mencapai Rp 1,38 triliun dengan 90 kegiatan, pada tahun 2021 telah dilakukan 28 kegiatan Business Matching dengan nilai sebesar Rp 28 miliar," ujar Wimboh.