Secara global, diperkirakan bahwa pengurangan GRK hingga 50 persen pada tahun 2050 dapat mengurangi jumlah kematian dini akibat polusi udara sebesar 20-40 persen.
Ketiga, mendukung inovasi teknologi rendah karbon. Dengan menetapkan NEK, perdagangan karbon dapat mengubah kondisi pasar untuk mendukung proses, produk, dan teknologi produksi rendah karbon. Selain itu juga memberikan insentif bagi perusahaan dan pengusaha yang terlibat dalam kegiatan inovasi.
Sebagai contoh, Kementerian Energi & Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penambahan kapasitas terpasang PLTS atap pada 2025 dapat mencapai 3,6 gigawatt (GW). Dari kapasitas tersebut potensi penerimaan PLN dari penjualan nilai ekonomi karbon dan tarif layanan khusus energi baru terbarukan (EBT) mencapai Rp 1,54 triliun per tahun.
Faktanya, hampir seluruh kegiatan manusia berkontribusi terhadap kenaikan emisi GRK di atmosfer. Menurut Lamon, perdagangan karbon merupakan sarana pengupayaan praktik rendah karbon secara masif, efektif dan bernilai ekonomi. Secara garis besar, ekonomi hijau merupakan kesinambungan kontribusi dari berbagai skala, mulai dari individu hingga skala yang lebih besar.