EKBIS.CO, JAKARTA -- Di tengah tekanan berat karena dampak pandemi Covid-19, nilai ekspor industri furnitur pada 2020 sebesar 2,19 miliar dolar AS. Angka itu naik 12,2 persen dibandingkan capaian 2019.
“Sementara, pada periode Januari hingga Agustus 2021, kinerja ekspor industri furnitur pun tetap memberikan kabar baik. Kenaikannya sebesar 30,8 persen dibanding periode sama 2020,” kata Plt. Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Reni Yanita di Jakarta, dalam keterangan resmi pada Senin (27/9).
Reni menyebutkan, beberapa negara tujuan utama ekspor produk furnitur dari Indonesia, antara lain keAmerika Serikat, Jepang, Belanda, Jerman, dan Inggris. “Ini menandakan produk furnitur kita sudah kompetitif di kancah global. Apalagi, produk furnitur kita dinilai unik dan inovatif karena terobosan-terbosan yang dilakukan para pelaku industri agar bisa berdaya saing,” tutur dia.
Maka Kemenperin bertekad terus mengembangkan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) sektor furnitur. Salah satu strateginya adalah menerapkan pola kemitraan antara IKM dengan industri besar atau industri menengah sebagai bagian membangun ekosistem rantai pasoksehingga dapat meningkatkan efisiensi dalam proses produksi.
“Untuk meningkatkan kemampuan industri kecil dalam memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh industri besar atau industri menengah sebagai offtaker, kami di Direktorat Jenderal IKMA memiliki program pendampingan yang diberikan kepada pelaku industri kecil. Tujuannya meningkatkan kualitas produk,” jelas Reni.
Guna mendukung sektor IKM furnitur dapat meningkatkan produktivitas dan kualitasnya, sehingga memacu perluasan pasar ekspor, Kemenperin memiliki program restrukturisasi mesin dan peralatan produksi. Upaya ini sejalan mendorong para pelaku IKM memanfaatkan teknologi terkini.
“Program restrukturisasi ini dalam bentuk pemberian potongan harga (reimburse) terhadap IKM yang telah membeli mesin dan/atau peralatan dalam jangka waktu tertentu untuk menunjang proses produksi,” katanya. Potongan harga yang diberikan, yaitu sebesar 25 persen dari harga pembelian untuk mesin dan atau peralatan buatan luar negeri (impor), dan sebesar 40 persen dari harga pembelian untuk mesin dan atau peralatan buatan dalam negeri.
“Program ini dapat diikuti oleh seluruh IKM yang berada di wilayah Indonesia dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Perindustrian yang telah ditetapkan. Diharapkan program ini dapat menjadi pemicu peningkatan teknologi produksi pada IKM melalui peremajaan mesin dan/atau peralatan sehingga ke depannya dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk IKM,” kata dia.
Dalam upaya mendukung penggunaan teknologi baru melalui program restrukturisasi mesin, Plt Dirjen IKMA dengan didampingi Inspektur II Kemenperin serta Direktur IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan, beberapa waktu lalu melakukan kunjungan kerja ke IKM furnitur yang telah menerima dua kali fasilitas program restrukturisasi, yaitu CV Property di Kawasan Industri Semarang. Pimpinan CV Property Rudy Temasoa Luwia menyampaikan, penggunaan mesin berteknologi dalam proses produksi pada IKM furnitur, sudah merupakan suatu keharusan jika ingin tetap bersaing di pasar ekspor.
“Dengan adanya pandemi ini, permintaan buyer kepada kami terus meningkat. Hal ini merupakan peluang yang harus disikapi dengan memperbaiki kinerja dan mutu salah satunya dengan menggunakan mesin peralatan,” tutur Rudy. Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Kemenperin, Riefky Yuswandi menambahkan, pihaknya menyaksikan secara langsung penerapan penggunaan mesin berteknologi pada IKM furnitur dapat meningkatkan kinerjanya dalam menghasilkan produk yang berkualitas.