Ada pula band Indonesia beraliran metal, Holykillers yang juga telah membuat NFT. Band ini memvideokan album fisiknya lalu di-minting ke dalam NFT.
Para penggemar yang ingin membeli album dan merchandise Holykillers akan mendapat kode NFT di dalamnya sehingga mereka mendapatkan album fisik dan NFT-nya. "Cara kita mengapresiasi seniman itu dengan membeli karya aslinya. Jadi, sebuah kebanggaan kita beli sesuatu karya mereka dan benar-benar men dapat lisensi dari kreatornya. Kalau kita ngomongin pasar seni itu masalah kebanggaan," kata Agus.
Ia menambahkan, terkadang orang membeli sesuatu yang memang harganya bisa di luar nalar. Sebab, bukan masalah file-nya atau barangnya bagus atau tidak. Melainkan, yang dicari adalah kebanggaan karena mungkin karya tersebut berpengaruh besar terhadap hidupnya.
Menurut Agus, peluang NFT di bidang musik untuk saat ini bagi para musikus memang baru sampai tahap membuat audio singkat. Kemudian, ditambah dengan animasi yang mere presentasikan tentang audio tersebut dan karakter band tersebut. Maka dari itu di acara The Roots of Satoshi Nakamoto, Cryptoiz juga ingin musikus berkreasi lebih jauh lagi dalam mengeksplor NFT.
"Di event The Roots of Satoshi Nakamoto ini kita ingin juga musikus menampilkan video-video sebelumnya yang belum pernah ditampilkan.
Mungkin di belakang panggung atau mungkin momen-momen khusus ke tika dia bikin lirik atau lirik-lirik yang pernah ditulis di kertas," kata dia menyarankan.
Dengan demikian, sejarah band tersebut dapat terabadi kan di dunia blockchain.