EKBIS.CO, JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, menekankan komitmen Indonesia untuk mendukung ekonomi hijau (green economy) dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Hal ini ditegaskannya saat pertemuan dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket di Gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu (29/9) membahas kerja sama ekonomi antara Indonesia-Uni Eropa.
“Kita selalu tekankan bagaimana kita bisa memahami keinginan global terhadap keberlangsungan lingkungan hidup, mencapai standar-standar bekerja baik dan aman, serta penghargaan terhadap masyarakat lokal,” kata Moeldoko, dikutip dari siaran resmi KSP.
Moeldoko juga menekankan bahwa prinsip ekonomi hijau akan menjadi salah satu prioritas Presidensi G20 Indonesia pada 2022.
Pada Maret 2019 lalu, Komisi UE telah meloloskan aturan pelaksanaan (delegated act) atas renewable energy directive/RED II. Dalam dokumen tersebut, Komisi UE menyimpulkan kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) mengakibatkan deforestasi besar-besaran secara global dan tidak mengkategorikan CPO sebagai bahan baku produksi biofuel.
Kebijakan ini juga mewajibkan negara-negara Uni Eropa untuk menggunakan RED II paling sedikit 32 persen dari total konsumsi energi negaranya dan bahkan berencana menghapus secara bertahap penggunaan kelapa sawit hingga 0 persen pada 2030.
Kebijakan ini tentu akan mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa. Padahal Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar dunia dan Uni Eropa merupakan salah satu negara tujuan ekspor utama Indonesia.
Namun Moeldoko, yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) meyakinkan, Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat melalui program peremajaan sawit rakyat.
Kebijakan ini akan menjamin kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, dan mengurangi risiko pembukaan lahan baru secara ilegal.
Program peremajaan yang disubsidi pemerintah ini pun dikhususkan bagi perkebunan rakyat dengan kepemilikan lahan paling banyak 4 hektare per petani. Moeldoko menekankan, kebijakan ini adalah bentuk keberpihakan pemerintah terhadap petani kecil di sektor sawit. “Karena kalau masyarakat tidak memiliki kegiatan kelapa sawit, dia justru akan merusak hutan (untuk mencari pendapatan),” lanjutnya.
Sementara itu, Dubes Uni Eropa, Vincent Piket, mengapresiasi langkah baik Indonesia, terutama karena kebijakan pro lingkungan ini sejalan dengan visi Uni Eropa.
Vincent mengatakan, Uni Eropa tidak pernah menutup pintu ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia. Terlebih dengan 20 persen impor minyak kelapa sawit Uni Eropa masih bergantung pada Indonesia.
Uni Eropa juga masih akan berkomitmen untuk memberlakukan tarif rendah bagi Indonesia terkait ekspor impor CPO.
“Uni Eropa sedang melakukan riset kembali tentang minyak kelapa sawit, kedelai, biji canola, gula dan lain sebagainya. Kita sedang menunggu hasilnya. Kalau diperlukan agar kebijakannya dirubah, kami akan mengubahnya,” kata Vincent.