EKBIS.CO, JAKARTA -- PT PLN (Persero) melakukan sejumlah strategi untuk memastikan ketersediaan pasokan batu bara untuk kebutuhan operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Di tengah fluktuasi harga dan permintaan global, PLN pun mendorong skema kontrak jangka panjang dengan penambang. Hal ini menjadi strategi jitu untuk mengamankan pasokan batu bara bagi pembangkit milik perseroan.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, pada saat harga batu bara internasional sangat murah, semua pemilik tambang ingin memasok ke PLN. Sementara itu, ketika harga batu bara merangkak naik, kondisi sebaliknya terjadi sehingga pasokan untuk PLN semakin berkurang.
"Ketika harga batu bara naik jadi 80 dolar AS, pasokan ke PLN menurun drastis, bahkan carry over sampai sekarang. Itulah mengapa kita membenahi pengelolaan batu bara dengan membangun digitalisasi, atas bimbingan Kementerian ESDM," ujar Darmawan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (1/10).
Tidak hanya itu, lanjut Darmawan, PLN juga mengusulkan skema kerja sama yang menekankan perlunya pemenuhan kebutuhan domestik selain mendukung ekspor. Darmawan menilai PLN sempat masuk kondisi kritis akibat ketidakpastian pasokan, namun berkat dukungan banyak pihak situasi dapat terkendali. Atas dasar itu pula, PLN memilih untuk melakukan kontrak jangka panjang langsung dengan penambang.
Kata Darmawan, digitalisasi pengelolaan batu bara menjadi langkah strategis perusahaan untuk memastikan rantai pasok batu bara dapat terjaga dengan baik.
"PLN membangun sistem manajemen terpusat dan berbasis digital mulai dari perencanaan, transportasi, operasi, hingga evaluasi penggunaan batu bara. PLN juga membangun Early Warning System (EWS) apabila terdapat potensi terjadinya keterlambatan stok batu bara, termasuk akibat cuaca buruk," kata Darmawan.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara ESDM Sujatmiko menyampaikan melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021, PLN maupun pengguna di dalam negeri dipastikan mendapat pasokan batu bara langsung dari penambang mengingat saat penambang tidak memenuhi kontrak penjualan dalam negeri, perusahaan tersebut akan mendapatkan sanksi.
"Beleid tersebut mengatur sanksi yang lebih tegas kepada perusahaan batu bara yang tidak memenuhi persentase penjualan batu bara Domestic Market Obligation (DMO) atau kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri," ujar Sujatmiko.
Kata Sujatmiko, pemerintah telah menetapkan kewajiban DMO batu bara sebesar 137,5 juta ton, yang mana sekitar 113 juta ton batu bara dialokasikan untuk bahan bakar pembangkit listrik PLN dan IPP, sementara sisanya untuk kebutuhan industri.
Dengan keluarnya Kepmen ini, ucap Sujatmiko, Kementerian ESDM secara berkala melakukan pengawasan DMO pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara berkala. Melalui koordinasi dengan PLN, Kementerian ESDM akan memastikan jika ada kekurangan dalam jangka bulanan.
"Rencana operasi untuk kontrak jangka panjang dalam pengadaan batu bara, pasokan batu bara langsung dari perusahaan tambang, penataan inventory di PLN, sertifikasi pasokan batu bara sesuai dengan kebutuhan PLTU. Secara bersamaan, memperbaiki skema pembayaran dari PLN, karena penambang tidak keberatan dengan (harga batu bara) 70 dolar AS per ton," ungkap Sujatmiko.
Kementerian ESDM, lanjut Sujatmiko, juga sudah menyiapkan strategi untuk menjaga keberlangsungan pasokan batu bara untuk kebutuhan domestik, termasuk dengan melakukan klasifikasi jenis batu bara yang dibutuhkan.
"ESDM sudah membuat Grand Strategy Energy untuk meningkatkan ketahanan dan nilai tambah nasional, dalam keberadaan energi kita," kata Sujatmiko menambahkan.