EKBIS.CO, JAKARTA -- Para petani khususnya komoditas jagung didorong untuk berkorporasi agar bisa memperoleh fasilitas permodalan dari perbankan. Korporasi secara langsung dapat memotong rantai pasok sehingga keuntungan diperoleh lebih tinggi tanpa harus mengurangi keuntungan.
Kepala Divisi Agribisnis PT Bank BRI, Mochamad Choliq Adi, menuturkan, dari hasil pengamatan BRI dalam membantu permodalan, terdapat ketidakeifisenan dalam transaksi komoditas pangan, termasuk jagung yang dilakukan oleh petani. Petani di Indonesia mayoritas baru sebatas bercocok tanam dan menjual hasil produksinya dengan kadar air yang tinggi atau di atas 30 persen.
"Kondisi ini dimanfaatkan oleh pengepul pertama, dia keringkan jagungnya sampai sekitar kadar air 25 persen sehingga dia dapat nilai jualnya," kata Choliq dalam sebuah webinar, Rabu (6/10).
Belum selesai pada pengepul pertama, jagung tersebut kemudian diambil oleh pengepul kedua yang melakukan pengeringan hingga 17 persen. Adapun jagung tersebut dibeli dari pengepul pertama dengan harga sekitar Rp 4.850 per kg - Rp 5.000 per kg ditambah biaya transportasi sekitar Rp 150 per kg.
Hasil pengeringan dari pengepul kedua baru didistribusikan ke pabrik pakan dan dibeli oleh pabrik seharga RP 5.250 per kg - Rp 6.000 per kg. Pabrik pakan kemudian melakukan proses pengeringan kembali sehingga kadar air berkurang menjadi 12-15 persen.
Dari pabrik pakan tersebut, jagung baru diperoleh oleh peternak dengan bantuan permodalan kemitraan inti plasma BRI. Choliq menilai, petani perlu ditingkatkan kapasitasnya. Bukan soal panen, tapi supaya petani bisa memperoleh hasil yang lebih baik dengan menghilangkan pengepul pertama.
"Selanjutnya petani bisa membentuk suatu korporasi atau memanfaatkan BUMDes," kata Choliq.
Dengan begitu, petani dan pengepul bekerja sama dalam suatu ekosistem bisnis yang lebih efisien dan memiliki fasilitas pengering secara mandiri. "Jadi mengefisienkan sistem yang ada dan setelah itu bisa dipasok ke pabrik," kata dia.