EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat menilai penyertaan modal negara (PMN) untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung akibat eskalasi biaya atau cost overrun bisa menjadi solusi yang tepat. Pengamat BUMN Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan, dalam situasi darurat terkait keberlangsungan proyek, maka suntikan modal dari pemerintah memang bisa menjadi alternatif solusi.
"Karena situasi emergency, maka kelihatannya PMN dalam jangka pendek ini bisa menjadi solusi alternatif," ujar Toto dalam pesan singkat pada Rabu (13/10).
Toto menjelaskan, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung memang menggunakan skema business to business (B to B). Saat ini proyek progres pembangunan proyek sudah lebih dari 70 persen. Adapun entitas pemilik proyek ini adalah PT Kereta Cepat Indonesia - China (KCIC) yang terdiri atas konsorsium BUMN dan perusahaan asal negeri Tirai Bambu.
"Lalu ada masalah dari sisi financing proyek, terutama terjadinya cost overrun project. Ini menimbulkan kesulitan karena konsorsium lokal dari BUMN agak kesulitan akibat situasi pandemi," ucap Toto.
Mengingat progres pembangunan yang sudah mencapai 70 persen, menurut Toto, maka perlu dilakukan langkah penyelamatan. Apalagi, situasi dunia usaha masih terkena dampak pandemi Covid-19.
Toto mengatakan, kinerja hampir semua perusahaan pelat terdampak pandemi. Profit konsolidasi BUMN tahun lalu hanya sekitar Rp 30 triliun, berbanding terbalik dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 120 triliun.
"Dalam kondisi dunia usaha yang masih terkena dampak pandemi,maka sulit mencari dana talangan yang bersifat B to B," ungkap Toto.
Sekretaris Perusahaan KCIC Mirza Soraya sebelumnya telah menjelaskan alasan biaya pembangunan proyek kereta cepat membengkak dari semula 6,07 miliar dolar AS menjadi 8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 114,4 triliun.
"Salah satunya pengadaan lahan. Banyak faktor di lapangan yang membuat akhirnya biaya bertambah. Seperti relokasi fasilitas umum dan sosial. Hal ini menambah luas pengadaan lahan bertambah," kata Mirza.