EKBIS.CO, Novita Intan, Antara
JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut inklusi keuangan dapat menjadi salah satu solusi mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Hal ini ditopang tiga karakteristik.
Pertama, accessible atau mudah diakses. Kedua, flexible yaitu bisa menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Ketiga, affordable yaitu dengan biaya murah.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan seluruh pemangku kepentingan sektor keuangan ditantang dapat bersinergi untuk menyediakan layanan keuangan yang memiliki tiga karakteristik tersebut.
"Pertama, kami meyakini bahwa inklusi keuangan dapat menjadi mesin pendorong proses pemulihan ekonomi. Karena, penyaluran pembiayaan bagi pengusaha kecil, mikro, bahkan ultra mikro dapat menjadi awal untuk menggerakkan kembali roda perekonomian," ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Rabu (3/11).
Tirta menyampaikan pihaknya akan mendorong industri jasa keuangan untuk mengembangkan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Dalam kaitan ini, salah satu kemajuannya melalui tim percepatan akses keuangan daerah.
OJK juga mendorong program kredit pembiayaan melawan rentenir (KPMR), yang merupakan skema pembiayaan dengan proses cepat, dan dengan biaya rendah.
"Kami mengharapkan agar KPMR dapat menjadi salah satu jawaban yang muah dan terjangkau bagi pegiat pariwisata, pelaku usaha ultra mikro, mikro, dan kecil, agar mereka bukan hanya bertahan hidup, tetapi juga membangkitkan kembali usahanya pasca pandemi," ucapnya.
"Kedua, inklusi keuangan juga diharapkan dapat mendukung ketahanan ekonomi masyarakat dalam berbagai situasi dan kondisi," lanjutnya.
Ketersediaan keuangan yang disertai dengan peningkatan keterampilan pengelolaan keuangan, menurut Tirta,akan membantu masyarakat dapat bertahan untuk menghadapi tekanan ekonomi. "Hal ini memungkinkan bagi mereka lebih siap menghadapi situasi krisis," ujarnya.
Peran inklusi keuangan selanjutnya terkait funding, atau tabungan, atau investasi pada masa depan. Tirta mengungkapkan orang dewasa di Indonesia yang mengikuti program pensiun berjumlah sekitar enam persen. Angka ini terbilang relatif sangat rendah.
"Kita semua perlu menyiapkan hari tua kita, agar tidak menjadi beban ahli waris kemudian hari. Selain itu, kami meyakini bahwa program inklusi keuangan melalui kebiasaan menabung sejak dini dapat menciptakan budaya hidup hemat," ucapnya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu mengatakan literasi harus menjadi fokus dalam pengembangan inklusi keuangan untuk menciptakan pemahaman dan kepercayaan. "Sangat penting bagi konsumen untuk mengetahui hak-haknya dalam jasa keuangan. Memberikan pemahaman terkait hak konsumen dalam jasa keuangan harus diawali dengan literasi terhadap bidang itu sendiri," kata Thomas dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.
OJK mencatat, akses keuangan masyarakat perkotaan masih cukup tinggi sebesar 84 persen. Sedangkan, akses keuangan masyarakat di pedesaan lebih rendah sebesar 69 persen. Ketimpangan akses keuangan antara kota dan desa ini diakibatkan oleh tingkat inklusi keuangan nasional yang tak berbanding lurus dengan tingkat literasi keuangan masyarakat. Adapun tingkat inklusi keuangan sebesar 76 persen, penetrasi masyarakat yang telah mendapatkan akses ke sistem keuangan formal hanya sekitar 38 persen yang baru memahami literasi keuangan. Dari angka tersebut, lanjut dia, pemahaman yang paling rendah adalah mengenai lembaga keuangan mikro yang baru mencapai angka 0,85 persen.