Penurunan produksi bijih timah ini masih terkait dengan adanya pandemi Covid-19 dan dinamika penambangan bijih timah di darat. Berbanding lurus dengan produksi bijih timah, produksi logam timah mencapai 19.120 metrik ton atau turun 49 persen.
Penjualan logam timah per September 2021 mencapai 19.059 metrik ton atau turun 58 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meskipun volume penjualan menurun, Perseroan mencatatkan harga jual rerata logam timah per September 2021 sebesar 30.158 dolar AS per metrik ton atau naik secara signifikan sekitar 79 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu
Besarnya permintaan timah dari negara manufaktur di dunia diprediksi akan membuat harga logam timah masih bertahan di kisaran 30.000 dolar AS sampai dengan akhir tahun 2021. Hal ini memberikan optimisme terhadap pencapaian kinerja TINS.
Sampai dengan September 2021, Asia masih menjadi destinasi utama ekspor timah TINS dengan kontribusi 53 persen, disusul Eropa 31 persen dan Amerika Serikat 11 persen. Adapun lima besar negara destinasi ekspor timah TINS secara berurutan adalah Korea Selatan 18 persen, Belanda 17 persen, Jepang 16 persen, Amerika Serikat 11 persen dan Italia 6 persen.
Dengan asumsi volume eksploitasi bijih timah saat ini, Wibisono mengatakan, perseroan mampu menopang operasi penambangan di masa yang akan datang. Dalam rangka mempertahankan keberlangsungan bisnis Perseroan, aktivitas eksplorasi atau penemuan cadangan baru terus dilakukan.
Sebagai perusahaan yang berwawasan lingkungan, TINS menerapkan prosedur penambangan yang ramah lingkungan sesuai dengan regulasi yang berlaku, didukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan pemberian sertifikasi PROPER yang merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.