Senin 15 Nov 2021 16:22 WIB

DEN Paparkan Komitmen Indonesia Bangun Energi Bersih

Indonesia berkomitmen kembangkan PLTS terbesar di Asia Tenggara untuk energi bersih.

Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pekerja berada di dekat jaringan transmisi listrik di PLTA Sulewana yang dikelola PT Poso Energy di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (1/10/2021). Kementerian ESDM dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) akan menambah kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) nasional sebesar 38 Giga Watt hingga 2035 antara lain dengan pengembangan infrastruktur pembangkit listrik tenaga air.
Foto:

Penerapan ISPO di bisnis kelapa sawit

Terpisah, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalbar M.Munsif mengatakan menyebutkan bahwa penurunan emisi gas rumah kaca merupakan satu komitmen pemerintah dan negara Indonesia dalam kesepakatan Paris tahun 2009. Pemerintah menargetkan 29 persen untuk pengurangan emisi gas rumah kaca, sehingga secara total pada 2030 penurunan 40 persen. 

Dia mengatakan penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) bisa menjadi upaya dan langkah untuk menekan emisi gas rumah kaca.

"Dalam ISPO,ada kriteria yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan. Jika sudah ISPO maka otomatis prinsip-prinsip seperti itu sudah menjadi sebuah standar operasional prosedur (SOP) di suatu perusahaan," ujarnya. 

Ia menjelaskan bahwa di Indonesia cara budi daya sawit yang berkelanjutan dengan ISPO karena di dalamnya ada kearifan lokal yang diakomodir. Data perusahaan ISPO di Kalbar saat ini hanya tercatat 54 dan itu masih perlu didorong dan didukung.

Kesepakatan pasar karbon

COP26 diutup dengan kesepakatan pengaturan untuk pasar karbon. Kesepakatan tersebut akan membuka triliunan dolar untuk melindungi hutan, membangun fasilitas energi terbarukan dan proyek lain untuk memerangi perubahan iklim.

Kesepakatan akhir yang diadopsi oleh hampir 200 negara akan menerapkan Pasal 6 Perjanjian Paris 2015. Kesepakatan tersebut memungkinkan negara-negara untuk memenuhi sebagian target iklim mereka dengan membeli carbon offset.

Carbon offset merupakan kegiatan menyeimbangkan sejumlah emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan tertentu dengan cara membeli karbon kredit.

Perusahaan, serta negara-negara yang memiliki hutan yang luas, mendorong kesepakatan yang kuat di pasar karbon. Kesepakatan itu dianggap sebagai "kemenangan Brasil". Negara itu bersiap untuk menjadi "pengekspor besar" kredit karbon.

Brasil adalah rumah bagi sebagian besar hutan Amazon, dan memiliki potensi besar untuk membangun pembangkit listrik tenaga angin dan surya."Ini harus memacu investasi dan pengembangan proyek yang dapat memberikan pengurangan emisi secara signifikan," kata kepala negosiator Brasil Leonardo Cleaver de Athayde kepada Reuters.

 

Kesepakatan itu berhasil mengatasi serangkaian poin penting yang berkontribusi pada kegagalan dua pertemuan iklim besar sebelumnya. Sebelumnya, ada ketidaksepakatan mengenai pajak atas perdagangan karbon tertentu yang bertujuan untuk mendanai adaptasi iklim di negara-negara miskin. Perdagangan carbon offset antar negara tidak akan menghadapi pajak.

sumber : antara/reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement