EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat dari Pusat Studi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Syamsul Anam mengatakan salah satu tantangan terbesar dari bank-bank milik pemerintah adalah keikutsertaan mereka untuk ikut memikul sebagian dari tanggung jawab pelayanan publik dalam rangka kesejahteraan umum. Pada konteks ini, ucap Syamsul, seluruh bank pemerintah berkewajiban ikut memberikan pelayanan bagi kegiatan ekonomi warga.
"Pada saat yang sama, usaha skala mikro dan kecil, memiliki berbagai tantangan, salah satunya konsolidasi kegiatan usaha yang masih lemah," ujar Syamsul saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Ahad (21/11).
Syamsul menilai upaya Menteri BUMN Erick Thohir yang meminta BRI lebih fokus dalam segmen mikro merupakan hal yang tepat. Syamsul berharap BRI mampu menerjemahkan dan mengimplementasikan dengan cermat terkait arahan Kementerian BUMN.
"Ikhtiar BRI yang didorong Menteri BUMN perlu secara seksama diterjemahkan dengan cermat, terutama melihat pembiayaan korporasi masih menjadi salah satu sumber utama penerimaan perbankan nasional," ucap Syamsul.
Associate Director BUMN Research Group LMUI Toto Pranoto mengatakan kehadiran holding ultra mikro berkontribusi besar dalam peningkatan baki kredit sektor mikro. Toto memproyeksikan realisasi kredit BRI untuk sektor UMKM dapat mencapai 85 persen.
"Jadi sinergi BRI, Pegadaian, dan PMN, untuk meningkatkan akses kredit sekaligus kapabilitas debitur sehingga diharapkan mereka bisa naik kelas," ungkap Toto.
Menurut Toto, kredit korporasi tetap penting bagi BRI, meski porsinya menjadi relatif kecil. Oleh karenanya, Toto menilai akses pendanaan murah dengan optimalisasi strategi current account saving account (CASA) atau komposisi dana murah pada segmen korporasi besar masih menjadi hal yang penting bagi BRI.
"Demikian juga kredit korporasi yang bisa dikaitkan dengan upaya perbaikan kualitas segmen mikro dan kecil. Jadi segmen korporasi mungkin tetap dibutuhkan, meskipun proporsinya relatif kecil karena alasan-alasan tersebut," kata Toto.