EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mencatat realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 730,13 triliun pada Oktober 2021. Adapun realisasi ini tumbuh 59,62 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 1.224,73 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, banyak daerah yang belum menyerap APBD agar dibelanjakan program daerah. Per 18 November 2021, hanya Jawa Tengah dan Yogyakarta yang penyerapannya di atas 60 persen, sedangkan di Maluku baru membelanjakan dananya 30 persen.
“Realisasi belanja APBD 2021 masih sangat terbatas. Jika dilihat berbagai daerah mereka hanya belanja sekitar 50 persen,” ujarnya saat Kongres Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) Tahun 2021, Selasa (23/11).
Menurut dia, penyerapan anggaran di daerah tahun ini lebih baik dari 2020. Namun, secara persentase masih terbatas dan mengakibatkan daerah mengalami surplus APBN. "Pendapatan mereka lebih besar dari belanja," ujarnya.
Hal ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat berupaya mendorong belanja APBN untuk memulihkan ekonomi nasional. Terlebih, tahun ini pemerintah melebarkan defisit APBN hingga Rp 540 triliun.
Sebaliknya, pemerintah daerah justu menahan belanja yang berakibat pada terhambatnya proses pemulihan ekonomi. Bahkan, anggaran daerah berpotensi surplus hingga Rp 111,5 triliun.
"Pusat mendorong, tapi daerah meredam (penyerapan APBD), makanya dampak ke perekonomian tidak maksimal," kata dia.
Sri Mulyani menjelaskan, realisasi anggaran kesehatan penyerapannya masih di bawah 50 persen. Padahal anggaran sektor kesehatan telah dilakukan peningkatan untuk melakukan vaksinasi Covid-19 dan mendukung program perlindungan sosial.
"Ini evaluasi yang harus kita lihat, APBN dan APBD ada, penerimaan ada tapi eksekusi belum optimal," ujarnya.
Sri Mulyani memerinci realisasi belanja daerah tersebut hanya naik 3,51 persen (yoy) dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 705,34 triliun dan secara persentase terhadap pagu anggaran juga jauh lebih rendah.
Jika dilihat per jenis belanja, belanja pegawai sebesar Rp 297,37 triliun atau 24,3 persen, belanja barang dan jasa sebesar Rp 198,3 triliun atau 16,2 persen, belanja modal sebesar Rp 67,64 triliun atau 5,5 persen, serta belanja lainnya sebesar Rp 166,82 triliun atau 13,6 persen.
Baca juga : Kembangkan Pasar Modal Syariah, BEI Teken MoU dengan BPKH
Jika belanja dilihat per fungsi, realisasi belanja pendidikan sebesar Rp 213,14 triliun atau 17,4 persen terhadap pagu dalam APBD dan naik 3,1 persen dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 206,74 triliun yang merupakan 19,2 persen terhadap APBD 2020.
“Serapan terbesar belanja pendidikan adalah pada belanja pegawai gaji guru dan tenaga pendidik,” katanya.
Belanja kesehatan terserap Rp 118,06 triliun atau 9,6 persen dari pagu dalam APBD 2021 dan naik 3,4 persen dibanding periode sama tahun lalu Rp 114,2 triliun yang merupakan 10,6 persen dari target APBD 2020.
Meski demikian, dia menegaskan, pemerintah tetap perlu lebih cepat dalam menggunakan dan menyerap anggaran bidang kesehatan ini, terutama penanganan Covid-19, dukungan vaksin serta insentif tenaga kesehatan.
Kemudian belanja perlindungan sosial terserap Rp 7,69 triliun yang hanya 0,6 persen dari pagu dalam APBD 2021 dan turun hingga 23,5 persen dibanding periode sama tahun lalu Rp 10,04 triliun sehingga pemda perlu mendorong penyerapan bansos untuk membantu masyarakat terdampak pandemi.
Baca juga : Sitaan Aset Tersangka Korupsi Gas Bumi Mencapai Rp 90 Miliar