Sementara di Asia, harga minyak justru turun karena isu tersebut. Sementara, investor mengambil keuntungan dari reli hari sebelumnya menjelang liburan Thanksgiving AS.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 12 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 78,38 dolar AS per barel pada pukul 01.22 GMT, berbalik dari kenaikan 2,3 persen pada hari sebelumnya. Minyak mentah berjangka Brent merosot 32 sen atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 81,99 dolar AS per barel, setelah naik 3,3 persen pada Selasa.
"Upaya terkoordinasi oleh negara-negara konsumen minyak utama untuk menurunkan harga minyak mentah mendorong penjualan baru," kata Kazuhiko Saito, kepala analis di Fujitomi Securities Co Ltd.
Menambah tekanan, stok minyak mentah dan bensin AS naik minggu lalu sementara persediaan sulingan turun, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute (API) pada Selasa. Stok minyak mentah naik 2,3 juta barel untuk pekan yang berakhir 19 November, terhadap ekspektasi analis untuk penurunan sekitar 500.000 barel. Persediaan bensin naik sekitar 600.000 barel dan stok sulingan turun 1,5 juta barel, data menunjukkan.
Namun, beberapa analis mengatakan efek pada harga dari rilis terkoordinasi kemungkinan akan berumur pendek setelah bertahun-tahun penurunan investasi dan pemulihan global yang kuat dari pandemi COVID-19. Rilis terkoordinasi dapat menambah sekitar 70 juta hingga 80 juta barel pasokan minyak mentah, lebih kecil dari 100 juta barel yang telah diperkirakan pasar, kata analis di Goldman Sachs.
"Ancaman lebih banyak pasokan dalam jangka pendek tentu menciptakan pasar minyak secara artifisial lebih longgar untuk periode 1-2 bulan ke depan," Louise Dickson, analis pasar minyak senior di Rystad Energy, mengatakan dalam sebuah laporan.
"Namun, langkah (Presiden AS) Biden dan para pemimpin lainnya mungkin hanya mendorong masalah pasokan ke berlalunya waktu, karena mengosongkan penyimpanan akan menambah tekanan pada stok minyak yang sudah rendah," tambahnya.